Revertigo

Temanku putus. Hore. Menurut gue sudah sepantasnya dan waktunya pacarnya yang bajingan itu dipecat. Gue sudah letih menjadi teman yang baik, yang bilang, apapun keputusan loe, gue akan tetap mendukung loe , menegosiasi segi feminisme dalam diri yang memberontak melihat teman gue sendiri menerima perendahan harkat martabat dengan jadi wanita kedua. Juga sudah cape mendengar, « Dia itu sayang sama gue, gue yakin itu… » Sumpah, cinta itu butuh tanggal, dan gue ga tau gimana bisa tahu sayang kalau sang pria tidak berani membatasi kebebasannya dengan secara resmi jadi pacar teman gue. Menurut gue, cowo yang kayak gitu Cuma 2 pilihannya, either confused dengan sexualitynya, atau simply bajingan.

Jadi ketika temanku putus, gak bisa ditahan, hatiku melonjak gembira. Haleluya! Sayang kegembiraan gue hanya bertahan 20 menit, ketika di akhir curhat teman gue menutup dengan kesimpulan: “Tapi bagaimanapun gy, kita tetap akan sahabatan…” Feeling buruk. Dan intuisi gue terbukti tepat ketika seminggu setelah putusnya, tidak ada tanda-tanda keputusan dalam hubungan mereka berdua. Kali ini lebih parah, karena statusnya menurun dari SELINGKUHAN jadi TTM. Gue pun menjadi teman yang baik lagi, apapun keputusan loe, gue akan tetap mendukung loe ….

Waktu yang sama, teman yang lain…

Oknum R mengeluh dia jadi sulit mengetik tanpa menggunakan huruf H dan Y secara berlebihan setelah terlalu sering menjadi Cinta Laura ketika chatting. Dia memutuskan untuk tidak lagi berbicara ala Cinta demi menjaga standard bahasa Indonesianya. Tapi ketika komunikasi face to face berlangsung, oknum R tak sanggup menanggulangi pengaruh negatif Cinta Laura dalam aksennya. Terkadang, oknum R sering menjelma jadi Cinta, dan sering membawa Cinta dalam materi pembicaraan.
“Loe ngefans beneran yah sama CInta? Gila..penyakit tuh!” kata gue dengan irritated.
“Ahh enggak..lagian kenapa sih? Cinta itu emang pantes dikagumi kok, banyak prestasinya gitu!”
“Sebut!”
“Panasonic Award!”
“Pliss….
“Tapi berarti kan ada yang suka!”
“ok, coba..coba..diluar sinetron, prestasi apa lagi…”
“Katanya dia kan yang selalu juara kelas terus…terus mau ke Oxford…”
Gue menatap lurus ke oknum R.
“ok..ok…dia juga itu tuh! Juara lomba renang antar sekolah di Jakarta!”
“Berapa pesertanya?” Gue melirik curiga
Oknum R nyengir, “yaa..karena sekolah yang punya kolam renang di Jakarta Cuma 2…. “

Gue mencibir. Confim, kelainan mental. Oleh karena itu gue menawarkan paket terapi untuk menyembuhkan kegilaannya kepada Cinta Laura. Paket senilai 9.5 juta ini mencakup menginap 4 hari 3 malam di Rumah Sakit Jiwa Grogol, terapi hipnotis satu jam sehari, mengikuti operasi otak kanan dan sudah termasuk breakfast.

Tapi oknum R berkelit. Menurutnya, dia Cuma berbicara ala dan tentang CinLau jika ada gue. Maksud loe ?!

“ohh gue tau, tampang gue kayak Cinta Laura ya? Makanya loe jadi inget terus sama die klo deket gue ?”

Oknum R semakin ga setuju. Dia lalu mengatributkan sindrom Cinta Laura itu kepada sebuah istilah psikologi yang disebut Revertigo. Hahaha… gue kurang menanggapi serius. Pasalnya begitu istilah itu disebut, yang terngiang di kuping malah dentum jedag jedug, karena kemiripan kata itu dengan nama club yang cukup heboh ketika gue baru beranjak dewasa.

Tapi oknum R bersikeras menjelaskan fenomena yang dipinjamnya dari film How I met Your Mum itu. Revertigo mengacu pada keaadaan dimana ketika kita bertemu seseorang dari masa lalu, kita tidak menjadi diri kita yang sekarang, tetapi menjadi diri kita di masa lalu itu. Perubahan itu misalnya dalam aksen, gaya bicara, topic pembicaraan, hingga sifat. Hal ini terjadi terutama jika kita tidak pernah menjalani perkembangan hidup bersama setelah masa lalu itu.

Misalnya, kalau ketemu teman SMP dan pas SMP itu kita cupu, kita akan menghindari topic seperti ganja, shabu dan ecstacy, meski sekarang adalah pecandu berat. “Atau kalau LOE ketemu mantan pacar, lupa kalau uda ga pacaran, gayanya masih kayak pacaran aja…” bgitu jelas oknum R.

Gue manggut-manggut, mulai menerima paham ini. Apalagi revertigo juga pas dengan teori psikoanalitiknya Sigmund Freud. Alam bawah sadar kita selalu ditekan oleh alam sadar yang patuh terhadap norma social. Hal ini kemudian termanifestasi dalam regression, repression dan sebagainya. Semua itu dilakukan demi mengontrol trauma, nafsu, cinta, egoism dan sifat-sifat animalistic manusia agar tetap sesuai dengan norma yang berlaku.
Regression, mundur ke masa lalu, dilakukan karena kita tetap ingin diterima oleh masyarakat (teman kita itu). Kita merasa ‘aman’ bahwa dengan menjadi seseorang yang sifatnya telah dikenal, kita sudah pasti tidak harus mengalami konflik social. Sialnya, semua ini diatur alam bawah sadar, sehingga kita sering tidak menyadari perubahan mundur kita itu.

Revertigo inilah yang telah menjawab kekaguman gue dengan dua teman gue yang ceritanya sangat berbeda tapi dasarnya sama. Temanku yang putus tidak mampu lepas dari hubungannya karena setelah putus, masih tetap melihat mantannya sebagai pacarnya. Dan oknum R akan jadi Cinta Laura hopeful lagi ketika ngobrol sama gue, entah kenapa harus gue….

Tapi revertigo itu sebenernya hanya akibat dari istilah lain yang sudah muncul lama. Kata ini bisa mencakup fenomena revertigo, fenomena pacar-mantan-pacar-mantan, fenomena Cinta Laura dan fenomena lainnya yang lebih luas. Kata ini adalah NGELES. Pada intinya, orang semua suka ga jujur sama apa yang sebenarnya dirasakan, selalu mencari alasan dan istilah untuk menjustifkasi perasaan yang tidak sesuai dengan norma sosial.
Cuma ada dua kemungkinan mengapa seseorang sudi jadi selingkuhan jangka panjang, yaitu cinta atau BODOH. Tapi siapa sih yang mau dibilang bodoh? Akhirnya muncul segala alasan-alasan, sperti rasa iba dan nilai persahabatan. Oknum R mungkin memang nge-fans sama CinLau dan punya VCD rekaman Cinderella107 episode, tetapi jelas ga trima dibilang kelainan. Begitu juga jika seseorang memulai kata-katanya dengan “bukannya sombong yah..tapi…” tapi abis itu pamer.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *