Ini akan jadi pagi yang tenang, gue membatin. Gue tengah berada di sebuah kota kecil di Sulawesi Utara. Memang sih, penginapan gue berdampingan dengan pasar. Tapi pasar ekstrim harusnya belum buka pagi-pagi. Paling banter kokok ayam jago kepagian, ditipu Roro Jonggrang, jika memang ada legenda sejenis di pulau ini. Tapi ah, jika pagelaran gaib semalam suntuk tidak membangunkan gue, apalagi bunyi-bunyi natural semacam itu.
Pukul 5 pagi.
“Pooji Soookoooorrr Kita Ucapkan atas Pageeee yang ceerah… Mari sooodaraa kita samboot dengan madah poojiaaann..” Diiringi kidung-kidung madah pujian yang disiarkan lewat toa di atas menara di tengah pasar itu.
Gue terbangun dari tidur yang baru gue awali dua jam sebelumnya. Tertawa tertahan, setengah geli, setengah kesal, menyadari ternyata, di belakang toa, kita semua sama…