A Birthday Utopia

Jarum jam digital bergerak sedikit. 15 Desember 2008, 00:01. Dan sebuah ulang tahun berakhir. Si gadis ulang tahun yang sekarang sudah tidak ulang tahun lagi itu duduk sambil melongo dengan perasaan dikhianati. Gue merasa dicurangi alam.

Tanggal 14 Desember 2008 itu sudah gue nantikan sejak tanggal 14 Desember 2007. Setahun penuh gue menyusun dan mengkhayalkan bagaimana hari itu harus dilewati.  Lalu tanggal tersebut datang tanpa bisa dicegah, lalu lewat dalam sekejap. Apakah waktu tidak memperhitungkan penantianku selama 365 hari? Tega-teganya ia  berlalu begitu saja. Istimewapun tidak.

Tapi begitulah somasi gue ditolak alam. Sebagaimana hari yang lain, tanggal 14 Desember itu cuma punya 24 jam yang tidak akan berulang. Bak kembang api yang habis sumbunya, sekejap lintas euforia itu pun berakhir. Hari ini gue kembali dibunuh secara perlahan oleh si Jendral Sudirman yang selalu padat.

Sambil mengintip mobil sebelah ditengah asap knalpot yang berhembus penuh syukur dari Kopaja di depan, gue berusaha meresapi kenangan tanggal 14 Desember kemarin dalam-dalam, masih ga rela hari itu berlalu begitu saja.

Tapi gue mengalami kesulitan. Sehari setelah ulang tahun gue, hari ulang tahun itu mulai kabur dari alam nyata gue. Seolah-olah tanggal 14 Desember itu dilewati dari tanggalan. Seperti gak pernah terjadi. Seiring itu pun gue mulai merencanakan ulang tahun taon 2009 nanti, macamnya tanggal 14 desember itu tidak pernah gue lewati.

Lalu gue pun bertanya, apakah gue emang belum pernah merasakan ulang tahun? Ulang tahun itu apaan sih? Dalam kondisi apa sih gue itu ulang tahun?

Sebagai lulusan universitas, sangat mudahlah mendefinisikan ulang tahun. Inilah hari yang sama dalam satu tahun disaat kita dilahirkan, menurut kalender masehi. Di hari tersebut, harusnya bumi berada di posisi kurang lebih sama dengan saat dimana kita dilahirkan. Inget ga inget, suka ga suka, ulang tahun akan terjadi.

Tetapi sangat sulit seorang anak perempuan usia 20an macam gue melihatnya hanya semata sebagai hari lahir. Ulang tahun telah menjadi sebuah konsep. Dalam satu hari itu diselipi harapan, impian, cita-cita.  Satu hari terindah yang sangat istimewa. Sebuah surga kecil, yang langka, yang pantas dinantikan. Sebuah..utopia…

Hidup itu terlalu membosankan, terlalu ga istimewa, terlalu banyak antrian. 90% manusia di dunia ini ditakdirkan menjadi orang yang biasa saja dan menjalani hidup secara biasa saja. Waktu masih muda waktunya dihabiskan dengan sekolah selama 7 jam, tidur selama 7 jam, dan sisa 10 jam lainnya dihabiskan untuk persiapan ke sekolah, perjalanan pulang pergi ke sekolah, mengerjakan pekerjaan sekolah, makan siang dan malam, mandi.

Ketika agak gedean dikit, waktunya dihabiskan dengan kerja selama 9 jam, tidur 7 jam, dan sisa 8 jam lainnya untuk persiapan kerja, perjalanan pulang pergi ke kantor, makan siang dan malam, mandi. Mundane.

Mungkin hidup memang selalu monoton dari sejak diciptakan, tetapi di jaman sekarang, sesuatu yang monoton itu menjadi tidak lazim. Ada begitu banyak hiburan, tawaran-tawaran manis, sehingga tidak bisa kita membayangkan hidup yang begitu-begitu saja. Gue perlu mimpi; perlu sesuatu yang bisa dinantikan, sesuatu yang bisa membuat gue bangkit bangun lagi setiap paginya, tahu bahwa kehidupan yang sangat ‘membosankan’ ini adalah jalan menuju hal yang besar itu.
Memang sih, ada surga yang bisa dinantikan, tapiii…kok rasanya jauhhh banget…agak terlalu lama rasanya…Lagipula untuk meraih surga itu kan harus meninggalkan kehidupan dulu. Siapa sih di jaman sekarang ini yang kepengen melalui fase itu, kalau idupnya ga susah-susah amat?

Maka mulailah tercipta ‘surga-surga’ kecil di dunia. Surga bentukan manusia yang jangka waktunya lebih masuk akal untuk diraih. Supaya bisa dinanti, si surga baru ini harulah sangat indah. Tidak masalah kadang utopia itu terlalu indah untuk jadi kenyataan. Yang penting bisa membuat kita senyum-senyum kecil membayangkannya. Kawinan, kasino dan tentunya, ulang tahun.

Ga bisa boong, hari ultah itu adalah hari yang sangat gue nanti-nanti dalam setahun. Jauh-jauh hari dunia khayal gue selalu melayang, dengan hadiah-hadiah yang pingin gue terima, orang-orang yang pingin gue hadirkan, surprise-surprise yang bisa terjadi.

Sayangnya utopia sering minta bayaran mahal dari semangat dan mimpi yang diberikannya. Gemerlap yang dimiliki sebuah utopia seringkali menciptakan disilusi, bahwa surga dunia itu sungguh ada dan sungguh bisa diraih. Pada akhirnya, utopia memang tidak untuk diraih. Utopia tetaplah sebuah bunga tidur yang lenyap di pagi hari. Sama seperti impian ulang tahun justru tidak akan jadi kenyataan di hari ulang tahun itu sendiri.

Heterophia, dunia nyata milik kita sendiri itu justru jadi tidak nyata. Dalam kenyataan, 14 desember Cuma satu hari dalam setaon, 24 jam yang singkat dan seinget gue, tidak pernah terlalu spektakuler. Hadiah yang gue terima mungkin menarik tapi bukan mobil, atau apartment, atau brad pitt. Kebanyakan gue akan melewatkan hari dengan kluarga, teman yang bisa ditebak banget. Party sih sering, tapi ga pernah ada surprise yang bisa bikin gue pingsan.

Dan ketika terpaksa si realita yang  kurang mengenakkan itu menyeruak, rasa ga enak yang tadinya masi ga gitu ga enak jadi terasa tidak tertahankan. Disamping rasa bersyukur atas umur yang baru, sepertinya selalu ada suatu permintaan yang tidak terkabulkan. Sepertinya selalu ada ruang untuk ulang tahun yang lebih baik..tahun depan!

Tapi tetep loh, meskipun gue setengah sadar bahwa ulang taon hanyalah sebuah hari,gak sanggup gue memenjarakan otak gue. Gue kembali sibuk mengkhayalkan 14 desember taon depan. Apakah dalam setaon ini gue ketemu cowo ganteng? Mawar dan surprise di pagi hari mungkin?

TEEEEEEETTTTT…..Supir taxi di blakang gue mengklakson tak sabar, dan pangeran ganteng dalam birthday utopian gue pun gugur, diganti patung Pancoran dengan jalan yang macetnya bisa bikin muntah-muntah. Happy birthday Margie!…and welcome back to the real world!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *