AFTER 7.5 HOURS OF SEX and the city

Kalau ada bahasan tentang Sex and the City itu, gue percaya diri, GUE EXPERTNYA! Betapa tidak, gue nonton TIGA KALI!

 

Pengalaman pertama sex and the city gue sangat ideal. Idealnya menurut gue, nonton Sex and the City harus sama temen-temen cewe. Dan di tengah minggu itu, gue berhasil menghasut beberapa teman untuk ikut girls’ nite out, pas 4 orang! Kami nonton dan makan es krim sambil ngerumpi semalam suntuk.

 

Tiga hari kemudian, gue ikut kakak gue dan suaminya nonton untuk yang kedua kalinya. Kakak gue sudah terlanjur beli tiket, tidak ngira gue langsung nonton premier film tersebut. Gue tidak keberatan, ingin meresapi quote2 favorit gue, she’s a smart girl, till she fell in love dan i love you but i love me more.

 

Nonton sesuatu yang berbau sex, ga afdol kalau ga sama lawan jenis. Dan gue lupa..lupaaa sekali bahwa gue sudah berjanji janji akan menemani seorang teman cowo gue nonton Sex & The City, jauh sebelum gue janji sama kakak gue atau mengajak teman-teman gue. Selama tidak menimbulkan beban ekonomi, gue ikut-ikut aja, meski gue nyaris stengah hafal dialog dan adegannya, dan agak mulai muak, melengkapi jam terbang Sex & the City ku menjadi 7.5 jam.

 

Apakah setelah tiga kali Sex and the City dalam sebulan gue jadi anti Sex and the City? Tentu tidak! Kesetiaan gue pada serial ini sudah terlalu mendarah daging. Kakak gue punya DVD Sex and the City dari season pertama sampe season finale. Asli! Karena kami sangat menghargai kreativitas produsernya. Gue menggunakan opening jingle sex and the city sebagai ring tone hp selama dua tahun, hingga akhirnya telpon gue dijual dan lagunya ga bisa ditransfer. Diam-diam gue memendam cita-cita jadi Carrie, meski teman-teman gue menuduh gue sebagai Samantha.

 

Apa sih yang buat gue, dan rekan-rekan wanita lain jatuh cinta pada Sex and the City? Kalau gue pribadi, gue suka judulnya. Bukan, bukan karena gue maniak sex, tapi gue suka dengan ide bahwa ‘girls can talk about sex up in the front’.

 

Kita ngomong emansipasi merajalela. Perempuan berani presentasi bisnis, perempuan bisa jadi sopir truk. Tapi ngomongin sex? Errr…rasanya ga baik yah bagi anak gadis buat ngomongin hal ini. Dalam hubungan, masih, seringkali, terasa tabu bagi perempuan untuk bilang, “I want it this way,” atau bahkan untuk mengungkapkan, “I need it,” Godaan dan undangan muncul terselubung, karena mengungkapkannya secara frontal adalah binal dan nakal.

 

Bahkan di kalangan sejenis, kadang sulit untuk mengungkapkan apa yang terjadi dibalik kamar, meski konsultasi kadang dibutuhkan. Gue inget membawa edisi terbaru Cosmopolitan ke kantor dan langsung mendapat tatapan tajam tak nyaman dari rekan-rekan sesama intern muda.

“wanna read?”

“Ah no, thanks. I don’t read cosmopolitan. It’s famous for its content for…you know…”
“For what?”

“well..that thing…”
“what’s that thing?”

“It’s…uhmmm..”
“sex?”

“Yes, about it. I don’t need it yet, you know…”
“Uh uh…they have some good stuff also inside, career, life,…wanna know?”

Jujur aja, di Singapur, agak kaget gue mendengar seorang perempuan berpendidikan tidak sanggup menyebut, SEX. Gue rasa teman-teman cowo gue ga punya masalah mengeja si tiga huruf, sibuk berbagi entourage mereka masing-masing di saat makan siang.

 

Sexual desire menjadi topic kelabu bagi wanita. Libido dikekang. Sexual fantasy dikubur. Faktanya, kondisi biologis dan hormonal wanita sudah berubah sejak 13 tahun, sama seperti lawan jenisnya. Jika cowo ga bisa nahan mimpi basah, maka at least perempuan punya hak untuk talk about sex to please us, just as you guys!

 

Ketimpangan kesejajaran juga nampak dalam norma social yang tidak dipertanyakan bahwa: Seorang pria yang gonta-ganti cewe adalah playboy dan expert. Kalau gue yang gonta-ganti cowo, gue murahan. Jika gueberhubungan hanya untuk bersenang-senang, si cowo adalah jagoan yang diuntungkan, gue adalah bodoh yang merugi, tanpa memperhitungkan bahwa gue yang mau senang-senang saja. Jika cowo bisa tahan lama, dia perkasa. Jika gue yang tahan, gue binatang. Cowo yang belum menikah di usia 35 adalah penuh pertimbangan, gue bakal jadi perawan tua.

 

Di sex and the City, semua stereotype itu dijungkir balikkan. Adalah legal buat Samantha untuk gonta ganti cowo karena dia mampu! Gue dan teman-teman gue, di tengah kutukan terhadap perempuan ‘murahan’ satu ini, mengagumi kecuekannya dan tentunya bahwa girls can screw guys too. Juga tidak masalah Carrie belum kawin sampai umur 40 asal dia kaya, sukses, cerdas, masih cantik, baik hati.

 

Sex and the City menjadi bentuk penyaluran keinginan untuk dengan santainya mendiskusikan sexual partner dengan secangkir kopi, lalu kemudian dibuat public (sangat public) melalui sebuah buku bestseller. Keinginan untuk memberi tahu kepada seluruh dunia, that we enjoy it! And wanna talk about it!

 

And guess what, semua wanita punya desire yang sama. Mulai dari Samantha,businesswoman maha superior, Carrie yang kreatif, ceria bak remaja abadi, Miranda yang keras lulusan harvard, sampai Charlotte, the girl next door, ibu rumah tangga dengan sifat innocent. Lebih parah lagi, desire ini sudah muncul sejak mereka masih single di awal usia 20 tahun. And they’ve talked about it eversince.

 

Sex and the City mengizinkan gue dan teman-teman gue untuk mengakui bahwa seksualitas itu ada dan menjadikannya anugrah. Dan dengan mengakui kebutuhan biologis sebagai hal yang baik, atau bahwa keinginan untuk menginjak-injak pria itu mungkin tidak seburuk itu, perasaan feel good akan muncul. Perasaan feel good inilah yang jadi akar rasa percaya diri, rasa nyaman dengan diri sendiri.

 

Seperti kata teman gue, “Setelah nonton Sex and the City, rasanya jadi lebih berani, maksudnya, jadi lebih PD dengan rasa bahwa we can screw guys.” Bahkan persis setelah nonton SATC untuk yang pertama kali, kami berjalan lebih tegap, dan dengan cuek menanggapi cowo-cowo yang matanya ga bisa dikontrol itu. “kenapa? Belum pernah liat perempuan cantik?” 😛

 

Dan jauh daripada mengumbarnya dengan men on the street, atau siapa aja deh asal laki, gue yakin justru dengan menyadari kebutuhan yang ada, gue jadi bisa mengontrolnya lebih baik, ke arah yang lebih positif.

 

Sampai paragraph ini pasti banyak yang berkerut jidatnya. After all, gue cuma seorang single berusia 22 tahun, tau apa gue tentang sex? Mungkin gue emang ga tau. Mungkin nyokap gue bakal pingsan klo baca curhatan ini. Tapi bukankah itu awal Sex and the City? Ketika seorang perempuan single di usia 20an mencoba menulis apa yang dia lihat, tentang sex in the city.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *