Seandainya Sarah Jessica Parker masih nulis di Sex and The City, mungkin Having Sex with Journalists bisa jadi topic berikutnya. Dulu pernah ada episode tentang Having Sex with Models, dimana kisah beauty vs brain diangkat lagi. Tapi melihat kecenderungan akhir-akhir ini, nampaknya trend gaya hidup masa kini sedang condong ke arah wanita yang tidak hanya seksi, tetapi juga powerful, pintar, berbakat, macamnya wanita karier ala Cameron Diaz, agen rahasia ala Angelina Jolie…Dan wartawati, wanita yang asumsinya berpengetahuan luas, berjiwa petualang, tentunya sangat menggiurkan, apalagi kalau belekan roknya sepantat!
Coba aja liat film-film ‘jaman sekarang’. Mulai film local macamnya Issue (Tamara blesynski), Blood Diamond(fotojurnalis wanita dengan love interest Leordo DiCaprio), sampai Superman (inget Louis Lane dong…), semuanya menyisipkan adegan romantic dengan wartawati.
Gambaran2 palsu ini sudah berkali-kali membuat gue agak sulit menjalankan tugas secara professional. Enggak, gue cuma mau interview, ga mau candle light dinner, appreciate that tho. Enggak, sehabis interview gue mau pulang, ga berminat lanjut kemana-mana dengan risiko digrepe-grepe, makasih. ENGGAK ! GUE NYARI BERITA GAK NYARI JODOH! YUK, PERMISI!
Maka dari itu, marilah kita me-review beberapa produk hiburan komersial dengan kenyataan di lapangan….
Scene #1: Iklan kartu kredit
Layar kaca menggambarkan… seorang fotograferwati. Rambut brunette ombaknya berkibar tertiup angin. Matanya yang ber-eyeliner, bermaskara dan ber eye-shadow coklat bata menyipit membidik melalui view-finder dihadapannya. Ketika jemari halusnya menekan shutter, gerakan tubuh menyingkap sedikit tubuh yang terbalut kemeja safari dengan kancing terbuka sampai dada. Dihadapannya sekelompok singa mengaum. Wanita itu tersenyum, bibirnya terpulas lipstick merah. Bidikan foto akurat, bisa menang Word Press Photo mungkin.
Gila aja kali yak ! Ini dia nih salah satu iklan yang makin merusak kredibilitas seorang wartawati! Bukan Cuma jarang ada fotografer yang mempunyai potongan tubuh seperti si bintang iklan itu, kondisi lapangan juga pasti tidak memungkinkan kami untuk tampil berseri bak abis luluran.
Gambar dilapangan menunjukkan…. Fotografer yang asli jelek, dekil, lusuh, jerawatan, berminyak, bau, jarang mandi lantaran di gurun Sahara susah air. Rambutnya lepek karena jarang keramas, dan warnanya merah pirang garing kebakar matahari tengah gurun. Sebisa mungkin diikat agar tidak mengganggu pengelihatanan. Matanya merah sering kemasukan pasir Sahara, dan berkantong mata akibat begadang mengamati perilaku singa di malam hari agar bisa dengan tepat meletakkan peralatan kamera. Kulitnya legam terbakar, kukunya menghitam tanpa ada tanda-tanda manicure. Bajunya lusuh, dekil berdebu akibat sering merayap-rayap di tanah berburu singa. Jangan lupa, bibirnya kering pecah-pecah, warnanya agak menghitam.
Scene #2: Iron Man
Layar perak menggambarkan…Seorang wartawati sexy mendekati sang protagonist. Setelah melemparkan pertanyaan-pertanyaan membidik, mereka saling flirting. Adegan berganti..wanita tadi berguling-guling di kamar Robert Downey Jr sampai jatuh.
Gue ga ngerti, kenapa adegan having sex with the journalist harus ditaroh sebegitu depannya, meski tidak memiliki signifkansi berarti bagi seluruh film. Toh akhirnya si wartawati itu cuma jadi pemeran figuran dan ga jadi pacarnya si Robert Downey. Nampaknya ML dengan wartawati bisa menunjukkan kemampuan merayu seorang pria.
Gambar dilapangan menunjukkan…Seorang wartawati berkemeja dengan celana panjang dan sepatu kets agar mudah bergerak. Berlari-lari dengan tape recorder di tangan, lompat menghindari genangan air, manjat pager, dan salto kedepan 2x guna mengejar sumber berita. Alhasil, begitu sampai di depan sang narasumber, badan keringetan plus make up (kalau sempat pake) keburu luntur. Si narasumberpun uda ga napsu! Semua itu menunjukkan tingkat energy yang tinggi tentunya, tapi begitu sampai kamar…blug..langsung tidur! Ga ada lagi tenaga buat macem2!
Scene #3: Buku Who Moved My BlackBerry?
Lembar buku menggambarkan…Seorang wartawati majalah ditugaskan meliput perjalanan hidup seorang CEO. Kedekatan berbuah kemesraan dan akhirnya sang CEO mencerai istrinya demi sang jurnalis. Sang wanita pindah dengan mulus ke rumah sang CEO.
Sekali lagi, bukan bagian utama buku, kisah ini menginspirasikan bahwa seorang jurnalis akan menggunakan sex appealnya dalam mencari berita, lalu mencari jodoh. Mentor gue sendiri terkenal dengan quotenya, “to get the news, I’ll do everything. I smile, I threathen, I plead, I joke, I flirt.” Tapi dengan catatan, mentor gue itu..cowo! dan baru menikah setelah umur 50, dan 8 tahun kemudian bercerai.
Gambar di lapangan menunjukkan… Sangking terbiasanya sendirian, sulit bagi sang jurnalis perempuan untuk mencari jodoh. Dan sekalinya dapat, karena kelewat sering menghabiskan waktu di hutan belantara mengikuti geriliawan macan tamil, si fotojurnalis wanita tidak sempat mencari jodoh. Kalaupun menikah, baru dua tahun sudah dicerai, atau diselingkuhi.
Kadang objek foto juga mengakui, wanita dengan kamera segede bazokaa guling-guling, tiarap, naik meja ketika moto, terlihat sexy. Tapi begitu adegan action terhenti, sungguh sulit terlihat menarik dalam kaos gombrong, clana cutbray dan keringat. Sungguh.