Hepatitis Membawa Berkah

Semua berawal dari hepatitis A…

Dan kalimat awalan sebuah cerita di www.aksisemangat.com itu berhasil membuat gue tertawa terbahak-bahak. Kalau ada yang berani mengaku punya kedekatan khusus pada penyakit hepatitis, gue-lah orangnya. Betapa tidak, kalau banyak orang diingatkan untuk tidak kena hepatitis sampai dua kali, gue sudah merasakan penyakit itu selama empat kali.

Yang pertama adalah saat masih SMA. Terlalu capai berlibur dan nonton Kabut Cinta 49 episode, gue merasa tubuh terasa tidak enak badan dan sering merasa mual. Seperti warga kebanyakan, gue mengatasi rasa tidak nyaman ini dengan panadol, paramex dan obat-obatan yang tidak boleh dikonsumsi para penderita gangguan hati. Gue berakhir dengan hepatitis dasyat di rumah sakit.

 

Yang kedua masih pada masa SMA. Setelah sembuh, gue kembali berkutat dengan berbagai kegiatan, hingga kembali jatuh sakit dalam waktu yang berdekatan. Yang ketiga terjadi di Singapura, dan berkat kesotoyan dokter-dokter Singapur yang memvonis gue hamil 3 minggu berturut-turut, gue kembali ke Jakarta dengan kursi roda dan sebuah penyakit liver yang makin memarah.

 

Yang keempat, terjadi baru-baru ini. Alasan medis adalah terlalu capai menjalani beberapa pekerjaan di saat bersamaan. Alasan klenik, gue meyakini jatuh sakit di hari pertama kantor baru di Multiply Indonesia adalah karena kami selametan dengan KFC dan Coca Cola, bukan dengan ayam Suharti atau kopi kesukaannya SI Mbah.

 

Harusnya itu jadi yang terakhir, karena setelah terlalu banyak hepatitis, gue membentuk sejenis kekebalan yang awet terhadap penyakit tersebut. Meski tetap harus berwaspada terhadap kemungkinan sakit hati yang lain…

Maka layaklah gue mengklaim bahwa gue sangat dekat dengan per-hepatitis-an, dan langsung tersentuh dengan kisah Ratnawati Sutedjo yang setelah terkena hepatitis dan harus bedrest 2 bulan. Ia lalu menjadi pendiri Precious One, wadah berkarya para tuna rungu. Potongan kain untuk kursi, atau sofa dimanfaatkan sebagai bahan pernak pernik seperti penjepit rambut.

 

Ini adalah sebuah kisah keproduktivitasan. Sering kali, saat sedang sibuk atau lemah, kita merasa tidak berdaya. Dan perasaan tidak berdaya itu begitu kuat menguasai sehingga kita merasa lebih lemah atau lebih sibuk, atau lebih susah dari sebenarnya.

 

Saat gue terkapar karena hepatitis dengan SGPT SGOT mencapai ribuan, gue menghabiskan waktu bedrest untuk nonton kuis Siapa Berani setiap hari di TV. Namun Ratnawati, dengan jumlah SGPT yang sama, malah jadi ingin berkarya bagi para tuna rungu. Ketidakberdayaan Ratnawati justru membuatnya memikirkan orang lain yang lebih tidak berdaya. Mereka yang lahir dengan kebutuhan istimewa.

 

Tentu saja, bukan berarti setiap saat kita harus tidak berempati terhadap ketidakberdayaan seseorang. Namun mungkin ada cara lain melihat sebuah musibah atau kepayahan. Seperti bangsa Jepang yang tidak jatuh setres lalu mohon bala bantuan terus menerus saat dilanda tsunami. Mereka malah ikut bala bantuan bagi yang lain dan mengantri makan dengan tertib, merasa tak perlu perlakuan istimewa.

 

Saat ini mungkin ada yang bertanya-tanya mengapa gue terus-terusan ngomongin produktivitas dan mengkampanyekan #aksisemangat, baik di blog maupun Twitter. Blog ini tidak penuh melulu berisi ajakan ikut aktivitas ini dan itu hingga lebih mirip iklan baris. Tapi gue jadi bawel tentang kegiatan ini  mungkin karena baru sembuh hepatitis, sehingga jadi butuh lebih banyak renungan.

 

Karena setiap kali ada ide-ide tentang meningkatkan produktivitas masuk dan dipublikasikan, gue kembali diingatkan kali untuk bahwatidak berdaya bisa diubah menjadi sebuah kekuatan. Ide kamu juga. Yes, kamu yang sedang membaca tulisan ini.

 

So I need you to send your ideas on how to increase productivity for this country sebelum 19 Juni 2011. Syarat  dan ketentuan kompetisi nya bisa dilihat di http://www.aksisemangat.com/ atau follow @aksisemangat, dan FB fan page Aksi Semangat.

 

Jangan lupa, ada hadiah total 100 juta bagi proposal terbaik. Gue juga mau ikutan. Lumayan untuk mengganti biaya hepatitis empat kali itu. Sekarang sakit itu mahal!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *