Kisah Anak Congkak Berbalas Jerawat

Kalau gue boleh menyebut satu penyakit kulit yang sangat berbahaya dan dampaknya bisa terasakan social-ekonomi, kalau gue boleh menuduh satu jenis penyakit kulit yang paling serius dan penyebarannnya tidak kenal musim, kalau gue boleh menyalahkan sebentuk penyakit kulit yang hingga kini penanggulangannya belum dikenal pasti, bolehlah gue menyebut: JERAWAT.

Jerawat, atau acne vulgaris memang penyakit paling vulgar, lantaran biasanya menyerang bagian tubuh yang paling diliat orang, muka. Jerawat, yang bisa membuat artis secantik Revalina atau Anisa Pohan jadi kurang memukau, dan membuat orang dengan wajah biasa aja seperti gue jadi (mengutip kata nyokap gue)sangat tidak enak dilihat.

Jerawat yang terkesan sepele, namun bisa memberi beban psikis kepada penderita akibat pengucilan, penghinaan hingga ketidaklakuan yang juga bisa menyebabkan krisis percaya diri, depresi, susah tidur, kurang nafsu makan dan akhirnya susah buang air besar.
Jerawat yang juga menimbulkan beban ekonomi, misalnya karena supir taxi yang biasanya ikhlas ga dibayar skarang minta pembayaran secara persis, lengkap dengan sen-sennya. Dan juga karena dokter muka masa kini itu sangat…sangat..mahal…Coba aja cek harga perawatan di Erha atau Obagi, gaji freshgrad sebulan bisa langsung ludhes.

Dan jerawat, yang telah dengan sangarnya merobek kemunafikan masyarakat, dengan jelas menorehkan tanda dan pemahaman kepada pemiliknya, bahwa
Muka.
Itu.
Penting.

Anggep muka gue sebagai lahan eksperimen. Selama 6 bulan lebih gue terinfeksi penyakit muka yang datang tak diundang, lebih mematikan dari Jelangkung ini. Dan Selama 6bulan itu gue mencatat statistic penurunan dan peningkatan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan list berikut:
• Kadar sering seseorang mengorbankan tempat duduknya buat gue: menurun 80%
• Kadar sering mbak2 jaga kasir/tukang minuman tersenyum kepada gue: menurun 75%
• Jumlah gebetan: menurun 80%
• Jumlah gue didorong, didahului, dilangkahi tanpa permisi: meningkat 60%
• Kadar sering gue ditawarin produk vitamin, suplemen, salep kulit: meningkat 45%
• Kadar sering gue naik taxi gratis karena supirnya lupa menyalakan argo dan cukup senang dengan disenyumin: menurun 100%
• Kadar sering gue diklakson dan nyaris ditabrak ketika gue melenggang santai di zebra cross: meningkat 80%
• Kadar sering gue distop dan ditawarin untuk berrgabung dengan agency A atau B pas jalan: MENURUN 100%

Dalam percobaan tersebut, faktor lain bisa ditiadakan, karena tidak ada yang berubah dengan wujud gue, baik tinggi badan, berat badan, maupun warna rambut, selain jerawat2 segar yang menghiasi wajah gue. Dan eksperimen diadakan di tempat umum yang mana gue bertemu dengan orang-orang yang tidak gue kenal, sehingga factor personality bisa diabaikan. Suatu hasil eksperimen yang mengarah ke hipotesis bahwa jelek/cakepnya seseorang akan sangat menentukan status social di mata masyarakat.

Sesuai dengan hipotesis tersebut, jika eksperimen dilanjutkan sekarang dengan gue yang kondisinya berangsur pulih, kadar-kadar tersebut telah meningkat/menurun secara invers dengan persentase yang cukup signifikan.

Kurang meyakinkan? Coba pakai artis terkenal…Ini acaranya Helmi Yahya yang judulnya “toloong..” tesnya demikian: seorang ibu berkulit legam berbadan “proposional” (klo atas dan bawah sama-sama gede, proporsional juga kan?) minta tolong di pinggir jalan. Setelah berkali2 ditolak, ada satu orang yang mau nolong. Ibu itu diganti perempuan cantik, tugas sama, di pinggir jalan yang sama. Hasilnya : si perempuan cantik selalu berhasil mendapat bantuan, perbandingannya 1 : 4.

Orang jelek tau benar, bullshit banget kalau ada pria ganteng memberikan alasan bahwa dia memilih cewenya yang super cantik “karena dia baik…” “ Pertama, baik itu sangat rancu! Gue juga baik…Kedua, si perempuan ini kemampuan intelektualnya sudah tersohor agak terbatas, juga punya sifat manja yang irritating dan gosipnya cewe matre. Intinya, dari sisi kepribadian sbenernya agak sulit dibilang baik. Jadi, Ngaku dhe ! Pasti fisik kan ! hayo ngaku !

Tetapi sebenernya, apakah sifat melihat buku dari sampulnya ini adalah sifat yang negative dan harus diubah, atau merupakan suatu hal positif yang harus dibudidayakan dalam masyarakat ? Pilih ‘appearance doesn’t matter’ atau ‘first impression counts’?

Kita bisa bilang, penampilan merepresentasikan kepribadian. Misalnya jerawat yang bikin jelek tadi, itu bisa bukti mereka adalah anak bandel yang suka keluar malam (angin malam bikin jerawatan), pemalas (ga pernah merawat muka) dan jorok (duu..itu pasti kamarnya debuan, sprei ga pernah diganti..handuk ga dicuci..makanya jerawatan !) dan miskin (itu pasti ga bisa makan yang bergizi makanya kulitnya jadi kurang vitamin !) Oleh karena itu, orang jerawatan itu sudah selayaknya dirajam batu agar bertobat !

Tetapi kalau dilihat lagi, jerawat yang memang jelek tadi itu bisa menjadi tanda sifat-sifat yang sangat positif bagi perusahaan! Seperti : pekerja keras (jadi selalu kurang tidur), sederhana (tidak suka belanja produk perawatan yang makin lama makin kompleks), atau…inovatif dan adventuris (terlalu sering membeli dan mencoba produk perawatan yang akhirnya menjerumuskannya pada kasus salah obat).

Sebagai mahasiswa komunikasi, gue menganut paham bahwa Penampilan adalah sebagian dari Iman. Dan gue menjadikan peribahasa tersebut sebagai motto gue selama beberapa tahun, hingga Tuhan mengirimkan jerawat2 itu sebagai peringatan…yang menyadarkan gue, betapa tidak adilnya bagi orang jelek untuk diadili karena sampulnya.
Mungkin kisah gue harus masuk Pintu Hidayah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *