Perkenalkan! Namanya Scorpie. Gue mendapatkannya dari kids meal Burger King di masa keemasan Transformers. Dan dia adalah gratisan terjelek yang pernah gue dapat.
Saat menerima Scorpie, Gue dan kedua orang teman berdiskusi hangat tentang bisa diapakan-kah mainan mirip kalajengking ini. Kami memutar-mutarnya mencari bentuk lain dari Scorpie. Mungkin bentuk yang tak jelas ini bisa berubah menjadi Optimus Prime. Mungkin Scorpie bergerak dengan energi fosfor, jadi harus dijemur hingga bisa berfungsi. Atau ada tombol rahasia yang membuatnya bisa bergerak. Atau kalau diletakkan dengan posisi tertentu, Scorpie bisa seengga-engganya terayun-ayun.
Tapi tidak. Scorpie tetaplah mainan berbentuk kalajengking gagal yang tiada berguna. Sesaat kemudian, salah seorang teman berkata frustasi Gue rasa cuma anak kecil deh yang bisa ngerti ini mainan apaan!
Saat itu sebenarnya gue ingin mengkritik susunan kata dan tata bahasa teman gue itu. Mana mungkin anak bisa tahu lebih banyak dari orang gede? Bukankah adalah orang tua yang mengisi anaknya dengan pengetahuan sehingga mereka bisa memahami dunia…termasuk identitas Scorpie yang sebenarnya? Mungkin harusnya kalimat itu berbunyi: Gue rasa cuma anak kecil deh yang masih mau mainin mainan ini!
Tapi gue-pun sudah bosan mengutak-atik Transformers gagal ini. Lalu gue melemparkannya ke dalam tas berisi barang acak kadut yang sampai dua tahun setelah hijrah balik dari Singapura tidak pernah dibenahi. Hingga suatu hari, ‘Pangeran Kecil’ telah mengangkatnya dan kini Scorpie berdiri dengan gagah di atas meja kamar, yang juga sudah dua tahun tidak pernah dibenahi.
Pangeran Kecil alias Le Petit Prince juga terabaikan selama dua tahun. Gue pertama kali membacanya untuk tugas analisa sastra kelas Bahasa Perancis. Alasan gue memilih judul ini adalah: 1. Buku ini cukup popular untuk tersedia di perpustakaan umum, jadi gue tidak perlu keluar ongkos membeli buku impor. 2. Buku ini masuk kategori BUKU ANAK-ANAK, sehingga diharapkan bahasanya tidak mempersulit liburan panjang gue. 3. Buku ini paling tipis dibandingkan Les Miserables, Le Comte de Monte–Cristo, atau L´Âge de Raison.
Gue menyelesaikan analisa buku ini dengan dasar membaca asal lewat, mengembalikannya ke perpustakaan, lalu kembali berenang dan fitness tiga kali seminggu, dugem dan mencari jodoh. Tidak berkesan. Lagipula, ini kan cuma buku anak kecil…
Setelah ribuan kali mendengar pujian akan Le Petit Prince yang gue iya-kan tanpa antusiasme, terpaksa gue memutuskan membeli versi yang telah dijudulkan The Little Prince. Dan membacanya dalam versi bahasa yang gue kenal lebih dulu telah menghentakkan gue untuk membangunkan Scorpie.
Buku ini diawali sebuah gambar yang mirip Scorpie, meski jelas bukan Scorpie.
Inilah gambar ciptaan sang tokoh utama saat ia masih kecil: Boa constrictor memakan gajah. Tidak ada yang bisa menangkap makna gambar ini saat ditunjukkan, sampai sang tokoh utama bertemu dengan pangeran kecil dari planet lain. Berikutnya, sang tokoh utama dibawa melihat hal-hal lain yang terlupakan di dunia orang dewasa lewat mata si Pangeran kecil.
Dan halaman pertama ini langsung menyingkap tabir misteri penutup identitas Scorpie, atau setidaknya, mengapa gue tidak bisa memahami Scorpie.
I’m a grown-up, or at least I think I’m a grown-up. Gue manusia logis, rasional, dan realistis. Dan atas dasar kelogisan, kerasionalan, dan kerealistisan itulah gue melihat hidup. Pengalaman telah mengajarkan gue untuk membedakan hal yang mungkin dan tidak mungkin, yang nyata dan tak nyata.
Gue matang dalam mengambil keputusan karena tidak mendasarinya dengan emosi, naluri dan insting, melainkan atas dasar penelitian, statistik dan hal-hal faktual yang telah gue pelajari. Gue menerima kewajiban dan tanggung jawab gue sebagai warga dunia, tidak menolak hal-hal yang tidak mengenakkan karena sadar itulah peran gue dalam melanjutkan generasi manusia.
Dalam bekerja, gue punya jadwal dan target yang masuk akal, dan semua faktor bisa dikuantifikasikan dalam bilangan riil yang berlaku umum. Dan karena gue sudah besar, gue butuh hal-hal besar untuk membuat gue kagum dan puas. Dengan material sebagai seseorang yang ‘dewasa’ ini, gue melihat Scorpie sebagai: miniatur Transformers (karena diberikan di masa Transformers diputar), dengan panjang 10 cm dan tinggi maksimal 4 cm, bewarna abu-abu tidak menarik dan tidak berguna.
Tapi apakah ini definisi Scorpie yang paling benar?
Untuk meraih gelar ‘dewasa’ itu, tanpa sadar gue telah membunuh seseorang yang hidup berdampingan selama ini. I killed the child in me. Anak kecil yang mudah tertawa akan dunianya yang sederhana namun punya mimpi segila-gilanya.
Sebagai orang dewasa yang berpengetahuan dan berpengalaman, gue membekap mulut anak kecil yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan bodoh. Atau mungkin gue cuma berhenti menciptakan pertanyaan, menerima pekerjaan dan rutinitas seperti seharusnya terjadi, semembosankan apapun, setakbermakna apapun. Sehingga gue sebenarnya mengetahui lebih sedikit dari apa yang bisa gue ketahui saat gue masih kecil.
Demi melihat dunia seperti apa adanya, gue menutup mata anak kecil yang melihat hubungan antara papan penunjuk jalan, billboard iklan dan promosi penjual eskrim dan menjadikannya satu kisah yang nyata. Padahal, seperti kata The Little Prince, what is significant is not visible to the eyes. Apa yang ada dibalik benda yang nyata itulah yang memberi makna sebenarnya. Dan karena gue hanya melihat apa yang bisa dipegang dan disentuh, gue telah melihat jauh lebih sedikit dari apa yang gue lihat saat gue masih kanak-kanak.
Jadi tata bahasa teman gue itu tidak salah. Cuma anak kecil yang bisa melihat, mendengar dan bermimpi. Dan hanya jika gue menghidupkan si anak kecil dalam diri, gue bisa memahami Scorpie.
Itulah sebabnya sekarang gue memajang Scorpie dan memperkenalkannya pada pembaca budiman. Dia adalah simbol khayalan, imajinasi dan fantasi. Sesuatu yang seringkali gue lupa simpan. Gue berharap bisa diingatkan untuk mengizinkan si anak kecil untuk mendeskripsikan Scorpie dan segala hal yang dalam hidup gue.
Baru-baru ini, gue menerbitkan buku kedua gue. Cruise on You cuma buku chicklit yang endingnya bisa tertebak dan bersampul seperti buku anak-anak, There are moments gue ingin membela buku gue sebagai buku untuk orang dewasa.
Tapi Scorpie menyuruh gue untuk mendedikasikan buku ini untuk anak-anak. Seperti Antoine de Saint-Exupery mendedikasikan bukunya, Cruise on You is for the child whom every grown-up once was. Tentunya gue tidak bermaksud menyama-nyamai gue dengan Antoine. Dengan segala kerendahan diri, bahasa dan isi yang mudah ditebak ini gak ada seujung-ujungnya kejeniusan sang Legendaris Le Petit Prince.
Gue cuma berharap setiap orang akan membaca Cruise on You seperti anak kecil yang menuliskannya. Sebagai seseorang yang berani mengkhayalkan dunia sebagai tempat dimana happy ending dimungkinkan. Sebagai tempat dimana mimpi dan absurditas diijinkan. Sebagai tempat yang sederhana, dimana kebetulan dan keberuntungan sungguh-sungguh ada. And in that way, you let the child in me to stay alive, and probably yours too…