“Duuh..pokoknya tempatnya enak! Asriii banget! Disekelilingnya pohon-pohon dan tiap kapling itu ada tamannya sendiri. Kaya di Puncak deh! Uda gitu bebas banjir dan bebas gusuran, soalnya lahannya tinggi dan langsung hak milik. Tipe yang kecilan juga ada kok, yang ga pakai kanopi. Beli disitu aja biar lebih tenang hari depannya…”
Ketika gue menguping pembicaraan seorang kerabat gue, tante A, gue kira beliau lagi ngomongin rumah masa tua. Ternyata, tanteku ini lagi mengungkapkan keinginannya untuk membeli kapling KUBURAN!
Tante A rupanya naksir dengan sebuah kuburan tipe 36 (kalau diconvert ke aturan perumahan mungkin), di sebuah pemakaman eksklusif di Karawang. Kapling yang diincar akan dilengkapi dengan kanopi agar terhindar dari hujan dan terik mentari, dikelilingi pepohonan rindang, dengan posisi sesuai kiblat agar selalu dalam posisi menghadap sujud kepada sang Khalik.
Bagi yang berketurunan Tionghoa, bisa juga memilih kapling yang sudah diperhitungkan Fengshuinya; keseimbangan yin dan yang-nya, supaya peruntungan terus melekat pada keluarga yang ditinggalkan. Jika tajirnya kurang pol, ada variasi ukuran liang lahat dan matahari sore atau pagi, sehingga tetap bisa tinggal abadi di kawasan eksklusif meski dari keluarga menengah.
Empat taun yang lalu gue pernah mengkritisi bisnis lahan pemakaman di Indonesia. Maksudnya, taman pemakaman si ok, tapi klo harganya mendekati nilai jual rumah gue yang bisa muat lima orang hidup ini? Masih ya di jaman Web 3.0 ini orang buang-buang duit secara irrasional? Tapi ketika yang beli itu tante gue sendiri..seorang pengusaha property…barulah gue menyadari, alasan orang membeli Memorial Park itu bukan karena klenik, tapi semata-mata demi alasan yang modern dan realistis.
Di era modern, uang itu penting. Prestige selalu dikaitkan dengan takaran materi. Naa..si kuburan ini nilainya jadi sama dengan barang mewah lainnya. Jika kuburan fengshuinya bagus, belum tentu bisa bawa hoki. Tapi yang jelas, bisa membawa nama baik keluarga, yang buntutnya mendukung usaha. “Ehh..leluhurnya si itu dikuburkan di tempat elite loH! Wahh..keluarganya sangat menghormati orang tua! Sudah gitu, pasti tajir! Soalnya yg dikubur disitu kan kaya semua…” Bagi keturunan yang ditinggalkan, kuburan itu bisa jadi investasi PR, sama seperti pasang iklan.
Membeli kapling kuburan juga tanda bahwa si empunya lahan orangnya modern dan realistis, karena meski seseorang masi sehat walafiat sekarang, ia menyadari satu fakta yang ga bisa dihindari manusia: semua orang pasti akan meninggal. Jadi daripada menutup mata terhadap kematian, terus kalang kabut ketika ajal menjemput, mending dipersiapkan dari sekarang. Sistemnya sama dengan asuransi atau tabungan, yang mempersiapkan dan memprediksi sesuatu yang akan datang.
Juga realistis, menghadapi individualisme modern. Pas masi hidup aja banyak orang tua yang dimasukkin panti jompo (amit..amit..ketok meja 3x), apalagi pas sudah ga bisa protes! Siapa yang mau mengurus kuburan? Bisa-bisa kuburan terbengkalai, digusur setelah 25 tahun dan dijadikan rumah susun.
Dan tentunya, satu alasan mutlak mengapa orang invetasi kuburan, sebagai orang masa kini, kita begitu lekatnya dengan kehidupan duniawi, sehingga sulit membayangkan after life yang tanpa aturan dunia. Sebenernya kalau dipikir-pikir, so what gitu loh kalau kuburan kita digusur? Bukannya harusnya kita uda di alam baka? Lalu, so what gitu kalau kuburan terbengkalai? Apa jiwa kita jadi gatel-gatel alergi gara-gara tinggal di kuburan dekil? Uda gitu, emang butuh ya kanopi dan daerah sejuk dan tenang? Rasanya apa sih kalau uda mati?
Tapi sekali lagi, sebagai orang masa kini, kita ga berani ngambil risiko dengan after life. Kalau emang bener kita ga ngerasain apa-apa si bagus, lha kalau ntar status social kita turun gara2 tinggal di pekuburan kumuh? Ntar bisa ga dapet invitation dari fashion week! Jangan sampai menyesal selamanya!
Pikiran ini nampaknya membuat kisruh tante gue yang lain. Si tante B ditawarkan dengan tante A sebuah kapling yang letaknya bersebelahan dengan kapling yang sudah dibooking tante A, agar setelah meninggal masi bisa tetap berdampingan. Masalahnya tante B ini Kristen, sedangkan kapling yang dibooking tante A ada di daerah pemakaman Islam. Bagaimana jika meski semasa hidupnya adalah seorang Nasrani yang taat tante B tetap dikategorikan murtad, karena dikuburkan dengan orang-orang yang tidak seiman?
Saran gue ke tante B, beliau harusnya tenang aja. Soalnya pekuburan Kristen itu letaknya berdekatan dengan pekuburan Islam, cuma dipisahkan oleh sebuah jalan kecil. Jadi kalau setelah wafat tante B mau ke Gereja, tinggal jalan kaki aja…