Maklumat Persatuan Tukang Gosip Profesional Tanah Air (PTGPTA)

Kredibilitas dan citra Persatuan Tukang Gosip Profesional Tanah Air (PTGPTA) tercoreng. Seorang kader senior, Oknum R, baru saja dilabrak akibat salah langkah dalam beraksi. Hal ini tentu saja mencoreng nama baik para pegosip sejati yang tergabung dalam PTGPTA, yang terkenal santun dan objektif dalam bergosip.

 

Guna menghindari insiden sedemikian di masa mendatang, kami bermaksud menjelaskan Undang-undang Darurat Gosip (UUDG) yang telah disepakati dalam kongres tahunan PTGPTA. UUDG ini sebenarnya merupakan artikel yang off the record, namun akan disebarluaskan untuk membimbing para pecinta gossip amatir yang ingin merintis karir secara profesional.

 

Pasal 1

Materi gosip yang bisa disebarluaskan

Bahan berita yang digosipkan haruslah objektif dan bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya.

Penjelasan: Dalam memilih materi gossip yang bisa digunakan, penggosip hendaklah bersikap bijaksana dan menerapkan logika, terutama menghadapi gossip murahan yang tidak membantu perkembangan ilmu pengetahuan masyarakat. Hal ini termasuk mencek dan ricek setiap berita yang terdengar terlalu tidak masuk akal atau terasa biased.

 

Penggosip bisa menggunakan kaidah jurnalisme untuk menuntun keputusan memilih gossip. Nilai kebenaran dan objektivitas memang sulit diraih dalam bergosip (namanya juga gossip, bukan fakta!) Tapi hal ini bisa dikurangi dengan menganalisa nara sumber gossip. Sangat penting untuk mengetahui latar belakang penyebaran gossip (apakah dilandasi rasa benci dan iri?), dan memonitor   awal mata rantai pergosipan, sehingga gossip menjadi jelas asalnya dan bisa ditelurusi penyebabnya.

 

Penggosip juga berkewajiban, sebisa mungkin, mengklarifikasikan gossip tersebut pada objek gossip. Dalam hal ini, alat bantu seperti mesin penyadap dan teropong pengintai macamnya sedang melakukan investigative journalism boleh digunakan. Jika tidak dimungkinkan, penggosip tetap berkewajiban setidaknya mencari sisi lain dari sebuah gosip sehingga terbentuklah gossip yang adil.

 

Objektif disini juga berarti pengemasan gossip harus dilakukan tanpa rasa dengki, sirik hati dan dendam kesumat yang dapat mencemari kemurnian gossip serta menurunkan nilainya setaraf dengan fitnah belaka. Diambil contoh disini adalah gossip tentang seorang anak baru yang berpakaian terlalu seksi dalam organisasi.

 

Sebelum menyebarkan gossip, perlulah memeriksa batin, apakah gossip ini berlandaskan kedengkian karena tidak bertubuh seseksi si anak baru? Jika tidak, langkah selanjutnya adalah mengukur keseksian dan kepantasan berpakaian sesuai dengan aturan yang berlaku secara umum (tidak dijelaskan disini).

 

Pasal 2

Aturan Penyebaran Gosip

Ayat 1: Menyebarluaskan gossip harus dilakukan sesuai dengan Peta Persebaran Gosip, serta pelaksanaannya dibimbing oleh kepekaan sosial dan hati nurani.

Penjelasan: Penggosip hendaknya ekstra hati-hati dan selektif dalam menyebarkan gossip yang telah dipilih. Penggosip haruslah memastikan bahwa objek yang digosipkan berjarak setidaknya 4 degree of separation dari pihak penerima gossip (Lihat diagram). Hal ini untuk memastikan bahwa pihak yang digosipi dan yang menggosipi tidak saling mengenal (atau saling mempengaruhi) sehingga gossip kembali pada pihak yang digosipi. Kelalaian memeriksa hubungan antar pihak yang terkait bisa mengakibatkan pelabrakan, seperti yang terjadi pada Oknum R.

Maka dalam hal ini, SANGAT TIDAK DIBENARKAN UNTUK MENYEBARKAN GOSIP PADA OBJEK GOSIP ITU SENDIRI. Penggosip sejati perlu punya empati mendalam dan dengan begitu bisa merasakan bagaimana perasaan objek gossip jika sadar dirinya digosipi. Juga bagaimana terkhianatinya seorang penyebar gossip saat dilabrak karena temannya bocor.

 

Aturan persebaran gossip ini bisa diganti, JIKA dan HANYA JIKA penerima gossip selanjutnya adalah anggota dari PTGPTA, yang setelah diperiksa secara mendalam, terbukti secara sah dan meyakinkan dapat dipercaya dan bertanggung jawab dalam penyebaran gossip sesuai Undang-Undang.

 

Sehubungan hal ini, sangat diperlukan kepekaan dalam bergosip. Jika dicurigai bahwa teman bergosip tidak setuju dengan gossip, atau, jika ada kemungkinan teman bergosip menjadi BOCOR, kegiatan pergosipan hendaknya dihentikan, atau dilanjutkan dengan memilah-milah materi gossip yang lebih tidak sensitif.

 

Ayat 2: Dalam penyebarannya, penggosip berkewajiban melindungi kerahasiaan nara sumber gossip dan menjamin keamanan objek gossip.

Penjelasan: Memang, harus diakui, tukang gossip itu bocor dan memang harus bocor untuk bisa jadi penggosip yang dikenal masyarakat. Tapi itu bukan berarti tukang gossip boleh menyalahi kepercayaan sumber gossip. Tukang gossip harus menghargai konfidensialitas nara sumber (atau objek gossip itu sendiri), jika minta sebuah berita JANGAN DIBERITAHUKAN DULU. Anggap saja seperti press release yang ada ‘release date’-nya. Saat sudah boleh disebarluaskan, penggosip harus mengerahkan tenaga untuk mengejar gossip yang ketinggalan.

 

Hal ini penting guna menjaga relasi dengan sumber gossip, yang pada jangka panjang akan membantu kami mendapatkan gossip lebih banyak lagi. Jangan sampai terjadi ‘karena nila setitik rusak susu sebelanga, karena bocor sedikit tak dibagi gossip selamanya!’

 

Jika mengikuti peta persebaran gossip, sebisa mungkin identitas objek gossip dirahasiakan (menggunakan: “Gue punya temen yang…”) Tanpa menjelaskan terlalu banyak latar belakang dan menyebut nama. Jika tidak memungkinkan (atau jika nama sangat signifikan dalam cerita), bolehlah disebut, selama penerima gossip bisa melakukan SUMPAH POCONG GOSIP “Janji dulu ye! Loe kagak bakal ngebocorin ke…(siapa-siapa/ Ke orangnya/Ke temen deketnya? *pilih salah satu).

 

Ayat 3

Penggunaan Gosip

Gosip yang diterima TIDAK BOLEH digunakan sebagai dasar pembuat keputusan atau bersikap pada objek gossip.

Penjelasan: Ini mungkin merupakan ayat terpenting, yang membedakan penggosip professional dengan penggosip amatir. Tukang gossip sejati yang telah malang melintang di dunia gossip selama bertahun-tahun, akan memperlakukan gossip sebagai gossip semata, sebuah hiburan, bukan fakta.

 

Maka itu, penggosip professional haruslah bisa memisahkan gossip dari pengambilan keputusan atau sikap. Tips yang bisa diterapkan adalah AKAL SEHAT. Apakah gossip yang didengar (baik atau buruk) punya efek langsung terhadap keputusan yang diambil?

 

Studi kasus demikian: Seorang wanita digosipkan hamil diluar nikah. Seorang penggosip amatir akan mencampuradukkan nilai-nilai moral lalu memutuskan untuk mengucilkan beliau di kantor, meskipun beliau adalah orang yang ramah dan menyenangkan. Lebih buruk lagi, mengajak orang-orang lain, bukan cuma sekadar mendengar gosipnya, tapi ikutan memusuhi sang wanita malang.

 

Hal ini, jelas mencoreng nama baik persatuan gossip yang kita cintai ini. Gosip yang sejatinya tidak berbahaya (kecuali jika didengar oleh sang objek gossip), bisa menjadi hal yang sangat negatif, menimbulkan korban (si wanita) dan menunjukkan ketidakprofesional-an (mencampuradukkan nilai moral dengan pekerjaan).

 

Bukan berarti seorang ‘pro’, dilarang bergosip (tentunya, karena kami mungkin tak tahan jika hanya berdiam diri). Kita tetap diizinkan menyebarluaskan, menimpali, memberi komentar, dengan syarat, apa yang kami dengar dan sebarkan tidak mempengaruhi sikap kita terhadap objek gossip.

 

Balik ke studi kasus, sekali lagi, AKAL SEHAT. Mengapa kita harus keberatan dengan seseorang yang hamil diluar nikah? Yang dihamili aja nggak keberatan tuh! Dan apa hubungannya hamil di luar nikah dengan bersahabat? Memangnya yang menghamili suami kita?

 

Sesuai dengan nafas pasal ketiga, guna perkembangan PTGPTA, sangat dianjurkan bagi penggosip untuk tidak membeda-bedakan dan memilih-milih teman. Semakin luas lingkup pergaulan, semakin banyak gossip yang bisa diraih, semakin kuat organisasi kita!

 

Demikianlah tiga ayat utama penuntun gossip secara professional. Dengan kaidah ini diharapkan citra dan martabat gossip di mata masyarakat akan meningkat. Tukang gossip sungguhlah profesi yang luhur, membantu penyebaran informasi pada masyarakat dan  memberi warna serta gairah pada kehidupan urban yang monoton.

 

Semoga tingkat kepercayaan berbagi gossip pada PTGPTA akan meningkat!

                                                                                          Jakarta, 17 September 2009

      Tertanda:

Self Proclaim Ketua Persatuan Tukang Gosip Profesional Tanah Air

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *