Modal Ngimpi

Untuk semuanya 1999. Sebuah majalah Vogue menjadi racun bagi dunia gadis muda saat menampilkan feature tentang sepasang kembar pemilik sebuah usaha mode yang tinggal di  sebuah penthouse di jalan  Champs-Elysees, Paris.

Otak muda gue langsung terbakar cemburu melihat kemewahan yang digambarkan. Gue ingin mencoba tinggal di sebuah penthouse. Gue membayangkan mandi di kamar yang lebih besar dari kamar tidur gue itu. Halusnya handuknya, hangatnya airnya, indahnya pemandangan di luar jendela.

Padahal, jauhlah gue dari penthouse. Terkutuklah majalah yang membuat impian penthouse terus hidup dalam benak gue yang bukan anak pemilik perusahaan mode, juga bukan seseorang dengan bakat mendirikan perusahaan mode. Bagaimana caranya bisa tinggal di penthouse saja ada di luar batas kemampuan berpikir gue, bahkan untuk mencicipi semalaaaam saja.

—-

2009. Setting: Di dalam bathub yang cukup untuk tiga orang tapi diisi satu orang saja, jendela dibuka lebar memberi pemandangan ke seluruh kota dari lantai tertinggi. Di sisi kiri kanan atas bawah terhampar handuk-handuk lembut yang jumlahnya cukup untuk satu panti asuhan.

 

Cipratan air hangat-hangat kuku menyadarkan gue tentang di mana gue sekarang. Di sebuah Penthouse.  Mungkin karena sanking senengnya, gue tiba-tiba jadi merinding. Beware of what you wish for, jadi terngiang-ngiang. Gue tidak tahu bagaimana jalannya dan bagaimana jadi mungkin, tapi gambar majalah Vogue keparat itu telah jadi nyata, meski cuma satu malam, sesuai permintaan.

 

Jangan main-main sama pikiran. Alam sadar yang dirasakan ini cuma puncak gunung es dari alam bawah sadar yang luas dan tidak terukur kekuatannya. Jika dikontrol sepenuhnya, seperti yang ada di TV, bisa membengkokkan sendok, menghentikan detik jam dan menidurkan orang lain. Coba bayangkan betapa besar kekuatan si alam tak sadar sebenarnya…

 

Mimpi yang mustahil sering kali diredam hingga tidak bisa dirasakan sebagai sesuatu yang diharapkan. Tapi sekali tercetus, akan selalu menguasai satu bagian dari memori. Tanpa disadari mencari jalannya sendiri untuk kembali tercetus, mengontrol bagian yang bisa melakukan aksi untuk melakukan usaha.

 

Kadang manusia suka kurang paham apa yang sebenarnya diinginkan dan asal goblek mengucapkan keinginan tanpa tahu konsekuensinya. Lalu pas mendapatkannya jadi kaget sendiri.  Karena  seperti kata Pussycat Dolls, you might get just like this…just like this…

 

Gue mungkin tidak secara langsung mengusahakan penthouse, juga masih tidak punya uang untuk tinggal di penthouse. Tapi tanpa gue sadari, gue telah melakukan sesuatu segetol-getolnya hingga layak diberi gratis nginap di penthouse semalam. Sayang gue pun kurang paham, seharusnya gue buat cita-cita tinggal di penthouse selamanya, bukan SATU MALAM SAJA.

 

Satu kali, bisa dianggap kebetulan. Gue mengingkan hal yang serupa mustahilnya. Sudah tau gaji nggak seberapa, masih berani berjanji tidak akan bepergian ke Eropa sebelum giliran kedua orang tua. Dengan demikian, gue bertakdir tidak akan bisa ke Eropa dalam jangka waktu yang bisa diperkirakan.

 

Tapi gue sangat ingin ke Eropa. Kalau ada satu daerah yang gue impikan untuk dikunjungi, adalah Eropa. Gue berakhir memutar otak bagaimana cara memungkiri janji yang sudah kadung gue ukir ini. Lalu, kesempatan itu datang begitu saja. Gue bisa berpelesir ke Perancis dan Italia tanpa perlu mengeluarkan biaya sendiri, bahkan bukan karena kemampuan sendiri.

 

Kesempatan yang selangka menang undian berhadiah jalan-jalan ke Paris, yang juga tidak ingin gue pertanyakan bagaimana datangnya. Tanpa banyak pikir, tanpa banyak tanya, kesempatan bak sinetron ini langsung gue samber. 12 hari di Paris, Rome, Monte Carlo, dan Cannes, yang membuat gue absen bekerja, kejar tayang buku, boro-boro nge-blog.

 

Tentu saja, I’m one lucky bitch. Mau kerja di Indonesia tapi tidak dipenjara pemerintah Singapura,  begitu lulus langsung dapat profesi persis seperti yang diharapkan. Mau ngerasain mandi di penthouse, kesampaian sebelum usia seperempat abad. Mau jalan-jalan ke Eropa tapi nggak punya duit, tiba-tiba ada yang nawarin…

 

Tapi bahkan the feeling of being lucky itu sendiri sudah jadi resep untuk benar-benar jadi beruntung. Sebuah eksperimen menunjukkan bahwa kelompok yang diberi tahu bermain dengan dadu hoki, cenderung bermain lebih baik dan karenanya jadi banyak menang dibandingkan kelompok yang tidak diberi tahu apa-apa.

 

Sometimes, all you have to do is just to want it so badly. Seperti Oom Paulo Coelho bilang, saat kita mengingkan sesuatu, seluruh alam berkonspirasi untuk mewujudkannya. Entah bagaimana hubungannya, energi PD, semangat optimisme dan kekuatan sugesti nampaknya cukup mampu menggerakkan elemen-elemen alam hingga memudahkan usaha.

 

Bahkan saat gue adalah manusia malas tanpa daya juang, sekadar mengingkannya saja seperti membuka pintu ke arah kesempatan, yang sulit untuk tidak disadari oleh seseorang yang sedang mencari jalan. Beginner’s luck, atau apapun juga istilahnya, menandakan betapa sering orang yang mencoba sesuatu lalu tiba-tiba saja bisa.

 

Masalahnya terkadang, we don’t even dare to wish for anything. Sebagai manusia yang logis lagi rasional, gue menaruh batas akan apa yang boleh gue impikan. Latar belakang hidup terukur, membentuk gue menjadi orang yang lebih suka berencana daripada bermimpi. Mana mungkin gue akan bercita-cita punya 8 perusahaan 11 pabrik, nggak masuk akal!

 

Ibaratnya, kalau gue disuruh milih antara hadiah langsung piring cantik dengan undian mobil BMW, mungkin gue akan tetap memilih yang hadiahnya terjamin. Yang pasti-pasti aja deh! Bermimpi sudah termasuk investasi yang terancam rugi karena ada konsekuensi gagal, yang membuat hati hancur berkeping-keping patah semangat hingga gue tak mampu meraih kesempatan yang lain.

 

Dan berakhirlah gue sebagai bagian masyarakat kelas menengah yang hidupnya datar bisa ditebak tidak penuh pencapain. Gue tidak pernah meraih prestasi yang glam, tinggi dan mengejutkan karena gue bahkan tidak melakukan usaha minimal untuk mendapatkannya: to want it. Bahkan meski kadang keinginan adalah syarat satu-satunya agar otak bisa berkonspirasi dengan alam untuk mewujudkannya.

 

Memang seperti yang terlalu sering ditunjukkan manusia-manusia rasional, mimpi saja tidak pernah cukup. Si Kolonel Sanders saja harus menunggu bertahun-tahun hingga ada yang menanggapi ide franchise ayam gorengnya. Gue sendiri, biarpun sudah sangat kuat berharap, belum ditakdirkan jadi orang kaya, atau istrinya orang kaya, atau sejenisnya.

 

But there’s no harm dreaming. Mumpung inilah usaha yang gue bisa lakukan secara gratis dalam kenyamanan kamar tidur gue. Siapa tahu dengan tekad kuat bermimpi ini, ada lagi yang khilaf lagi sehingga gue bisa jalan-jalan ke Rusia sebelum umur 30. Alam…wujudkanlah cita-cita nan mulia ini…

 

 

WARNING: Dalam beberapa minggu ke depan gue akan rajin mengepost foto-foto pilgrimage Eropa gue yang sedang dalam proses resizing diiringi pengantar tentang tiap kota. Sayang sekali gue bukan blogger travel, jadi curiganya tulisannya bakal terisi kenyinyiran berbalut informasi wisata….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *