PENELITIAN KUNCI SUKSES SCAMMER DENGAN METODE OBSERVASI LANGSUNG

Bulan ketiga karantina rumah. Gue sudah menyelesaikan online course di bidang neuroscience, agribusiness dan academic writing. Semua bingo berantai tuntas sampai nggak nge-trend lagi.  Gue membayangkan semua kondisi ini tiga bulan lalu dan memutuskan gue harus mengambil satu kegiatan tambahan nirfaedah: meladeni love scammer. 

Iya, gue menanggapi message dari cowo-cowo bule berbaju tentara Ameriki yang lagi tugas di Afganistan, karena, WHAY NOT. Namun karena gue merasa malu karena sudah umur segini tapi masih juga berkutat dengan kegiatan-kegiatan nirfaedah, gue mengemasnya seolah-olah ini merupakan sebuah kegiatan yang gue sudah pikirkan dari jauh-jauh hari dan mempunyai manfaat. Maka, gue mengemas kisah pengalaman gue ini dalam format pseudo-thesis yang sering dibuat ketika kita merasa benernya nggak punya bahan tapi musti nulis semata-mata demi sebuah sertifikat.

I. Latar Belakang

Apa yang membuat seseorang mau memberikan uang ribuan dolar pada orang lain? Adalah sebuah pertanyaan yang sering melintas dalam pikiran setiap kali membaca kasus love scam.  Riset menunjukkan bahwa seseorang dapat mengeluarkan uang hingga sebesar USD 2600 untuk membayarkan tiket pesawat kekasih bogus mereka.

Seandainya ada seks, atau pancingan uang yang lebih besar semacam di penipuan undian, tentu sesuatunya akan lebih mudah. Tapi love scam? Itu kan cuma ngobrol-ngobrol aja! Apa yang diobrolin sampai orang mau merogoh kocek sebanyak itu? 

Pertanyaan itu mendesak bagi siapapun dalam area bisnis manapun. Bagaimana agar klien dapat mempercayai seseorang untuk mengolah uangnya demi kebahagian si klien tersebut? Guna menemukan jawabannya, penulis memutuskan berguru kepada para scammer secara langsung. Penulis ingin mengobservasi kemampuan komunikasi, proses serta faktor psikologi di balik keahlian seorang scammer.

II. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

  1. Mengetahui kunci sukses seorang scammer yang kemudian dapat diterapkan sebagai teori dasar dalam manajemen media sosial, account management maupun sekadar mencuri hati pria-pria di luar sana.
  2. Membekali para calon korban love scam agar dapat mengenali kelakuan para scammer sehingga dapat menikmati ngobrol-ngobrol seru secara gratis.

III. Metode 

Berbekal kuota harian nomor kartu pascabayar baru dan waktu luang yang banyak, gue pun memulai eksperimen ini. Gue memilih lima akun yang menjadi target operasi, tiga dari Instagram, satu facebook, satu LinkedIn. Dari kelima akun tersebut, dua sudah keburu diblokir dan direport orang sebelum gue berhasil berbicara banyak.

Seperti praktik yang biasanya, setelah berkenalan, maka pembicaraan akan dipindah ke media lain seperti whatsapp atau gmeet, atau aplikasi lainnya. Gue mengakhiri pembicaraan ketika akun sosial media scammer tersebut diblok / hilang yang mengindikasikan profesionalitas scammer dalam menggunakan social media. Dengan takaran ini, hingga bulan ketiga, ada satu scammer yang masih bertahan, namun gue sudah bosan dan mengakhiri penelitian.

IV. Hasil penelitian

Berdasarkan observasi terhadap ketiga scammer, gue menemukan beberapa kiat yang menyebabkan satu scammer akan memiliki kesempatan berhasil dan pulang dengan uang jutaan rupiah dibandingkan scammer lainnya. Hal ini ditentukan oleh antara lain:

  1. Be Sincere

Scammer profesional tentu sudah membaca buku How to Win Friends and Influence People karya Dale Carnegie. Sudah pernah investasi ikut trainingnya juga jangan-jangan. Kita sering mendengar jargon fake it ‘till you make it, upaya berpura-pura tertawa, pura-pura tertarik dengan kehidupan seseorang. Tapi sampai Anda sungguh betul-betul bersimpati terhadap pembaca/calon korban/konsumen sosial media, akan sulit memenangkan hati mereka.

Scammer mengajukan pertanyaan seolah-olah sungguh tertarik pada kehidupan calon korban, melakukan follow up, mendengarkan keluh kesah dan memberikan respon penuh simpati. Bukan cuma sekadar membuat postingan one-size-fits-all yang pre-scheduled dari Senin sampe Kemis. Hadapi setiap kumplein dan komentar medsos satu-per-satu, salah satunya, mungkin yang akan merogoh kocek demi brand yang dipromosikan!

2. Profesionalisme

Akun medsos follower-nya segitu-gitu aja? Engagement-nya naik turun? Belajar dong sama scammer! Memang sih, follower dan fotonya dikit, tapi tunggu ketika sudah mulai ngobrolan fulgoso… Semakin professional seorang scammer, semakin baik kualitas kontennya, semakin besar kemungkinan berhasilnya.

Scammer kelas teri bisa diidentifikasikan lewat grammar yang amburadul, kesalahan faktual dan kecerobohan-kecerobohan sederhana. Scammer kelas kakap mempunyai pengetahuan luas, mampu menulis essay tentang kondisi sosial politik di Syria dan punya british accent. Semua membantunya untuk memiliki pembicaraan yang panjang dan hangat dengan sang korban.

Pembicaraan biasanya dilakukan secara rutin dan terstruktur, sehingga calon korban selalu merasa diperhatikan. Bagi scammer yang bekerja secara grup, ada perlunya untuk membuat semacam style guide, sehingga siapapun yang menjawab, gaya bahasanya akan selalu sama. 

3. Adanya Project Timeline yang jelas

Scammer yang baik menerapkan fase-fase dalam membangun keakraban dengan calon korban. Hal ini membantu membentuk kepercayaan secara bertahap, sehingga calon korban tidak merasa diburu-buru. Dalam kehidupan medsos, intinya adalah JANGAN SOK AKRAB! Semakin besar keuntungan yang ingin diraih, semakin panjang juga fase yang dilancarkan.

Project timeline juga membantu bahwa kita on-track dalam mengejar Return of Investment. Bagaimanapun juga, texting itu usaha. Internet tuh gak gratis. Apalagi di negara-negara Afrika Barat tempat kebanyakan scammer ini berasal. Scammer yang baik akan dapat menentukan fase-fase yang tetap sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. 

Secara garis besar, berikut ini adalah beberapa fase yang berhasil diidentifikasi:

a. Fase Perkenalan

Dalam tahap ini, scammer akan mulai mengenalkan diri, memberikan gambaran singkat tentang dirinya dan mengajukan banyak pertanyaan tentang calon korban. Semua informasi ini akan digunakan untuk menciptakan persona persis-cis sama yang diharapkan calon korban. Ingat, audience recognition adalah koentji! 

Di fase ini gue juga ingin tahu dengan siapa gue ditipu. Gue melakukan Google reverse image terhadap foto-foto yang digunakan untuk mengetahui siapa pria malang yang identitasnya dicuri, tracking nomor telepon dan masa aktifnya, serta meneliti jejak digital dari nama yang digunakan. Iya. I am the ex-girlfriend you don’t want to have…

Bagi para scammer yang hanya sekadar ingin mencuri data, info kartu kredit lewat website phising yang kemudian mengarah pada scam keuangan lainnya, biasanya di akhir fase ini, link website investasi bitcoin sudah diajukan.

b. Fase Mengakrabkan Diri

Dalam fase ini, scammer sudah memiliki data diri yang cukup tentang calon korban, sehingga dapat menunjukkan diri secara penuh seperti yang kau minta. Perempuan mulai klepek-kelepek.  Gue menggunakan identitas asli gue yang sudah terbongkar habis-habisan di media, namun merahasiakan data-data pribadi seperti nama ibu kandung dan nomor rekening.

Di akhir fase ini, beberapa scammer yang musti kejer setoran udah mulai minta bayaran, biasanya sih semacam minta pulsa atau gpay. Gue sendiri tidak dimintai duit karena pas mulai ikrib, salah satu scammer akunnya dihapus Instagram…

c. Fase Seksual

Pada fase ini, sudah terbangun kepercayaan, keintiman, sehingga pembicaran dipastikan akan mulai menjurus. Agar tampil meyakinkan, gue menyiapkan soft copy 50 Shades of Grey tiga jilid, iklan-iklan roman picisan Facebook yang ceritanya ga pernah kelar, dan sisa-sisa ingatan isi Harlequin koleksi seorang kawan yang kini sudah jadi dokter ternama. Hal terburuk yang mungkin terjadi dengan konten ini hanyalah mendapat tuduhan plagiarisme dari fantasi yang ter-copas.

Apapun yang terjadi, JANGAN PERNAH MEMBERIKAN FOTO DAN VIDEO yang bersifat privat! Terserah situ mau kirim foto-foto screencap bokep yang bisa di-traceback pake google reverse image. Karena setelah fase ini, maka Anda akan memasuki fase…

d. EXTORTION

By now, you are in love. Anda merasa dia pasangan yang tepat bagi diri Anda lahir batin. Meskipun dirinya datang dari zona merah COVID-19, Anda ingin ia mendatangi Indonesia pakai pesawat carteran, terus dikarantina di asrama haji 14 hari. Tapi Anda gak peduli. Anda ingin merealisasikan copas-an Harlequin yang tadi. Tapi katanya cowo keren kaya raya ini duitnya dibekuin… Terus, siapa yang bayar pesawatnya?

Maka transfer dimulai… makin lama makin ada-ada aja. Perlu urus visa lah, perlu vaksin malaria lah, tau-tau sakit kuning lah. Pokoknya, berkat tiga fase sebelumnya, uang akan terus mengalir dengan murah hati… Jika Anda tidak tertarik, foto-foto dan video yang dikumpulkan lewat fase 3 kini akan berubah menjadi sebuah ancaman… 

4. Persistence

Setelah tiga bulan, gue tak kunjung dimintai uang, maka gue berminat mengakhiri sekaligus melakukan pembayaran secukupnya. Seperti kata mamih, kalau semua orang waspada, siapa yang kasih makan copet-copet? Scammer kan juga manusia. Apalagi ini zaman susah. Lagipula gue merasa sudah dapat ilmu. Takaran gue adalah biaya online course selama 5 minggu.

“So where should I transfer?” gue menawarkan suatu hari.

“What do you mean?” tanya sang scammer.

“This is the moment where you should start asking for money, right? To buy a ticket to visit me?”

“I don’t understand, I don’t want your money!”

“No no no… this is not right. You are going to make me feel like I am taking an advantage of you! I won’t be paying thousand, but I will be paying a fair amount.”

“I don’t understand what you are talking about.”

Inilah yang disebut sebagai PERSISTENCE! Bahasa zaman sekarangnya GRIT! Semua teori komunikasi dan perencanaan itu tidak ada artinya jika Anda tidak GIGIH! Ditoyor, dipojokkan, dituduh, dijebak, stick to your main message! 

Hanya dengan demikian seluruh upaya yang dikeluarkan menjadi tidak sia-sia. Dalam kondisi lemah dan kesepian, mungkinkah pada momen ini gue berpikir bahwa gue memang beruntung mendapatkan mas ganteng yang juga pandai, lemah lembut lagi baik hati, untuk kemudian di kesempatan lain dimintai jutaan rupiah untuk tiket pesawat?

Tentu saja sebagai seorang calon korban, kita juga tidak boleh kalah gigih. Semua ini sangat mudah dipatahkan dengan sekadar meminta video call. Di situlah moment of truth berbicara. Jangan kalah gigih meminta bukti validitas ini. Peduli amat di Uganda sinyalnya naik turun!  No video call = hoax!

V. Kesimpulan

Scammers are artists. Menilik lagi obrolan gue dengan para scammer, gue harus mengakui kemahiran mereka. Beberapa sudah sungguh berlatih dan belajar untuk menjadi penulis yang baik. Dilahirkan di nasib berbeda, mungkin mereka bisa menjadi penulis buku best-seller, atau setidaknya berkarir di jalur komunikasi,.. Sebuah pemikiran yang juga gue ajukan pada scammer favorit gue.

“I think you should start to write a book,” gue mengajukan

“About what?” Ia bertanya, mungkin bingung dengan usulan dan maksudnya.
“About your path of life,” gue menjawab, berupaya ambigu.

“It’s not that interesting,” pungkasnya.

“Regardless the story, it will be a good story if you keep on practicing writing.”

Jika suatu hari nanti, ada buku ‘Confession of a scammer’, hei-hei-hei teman-teman, welcome!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *