Psycho Past

“Gy, loe tau si X nggak?”
“Ya iya lah tau.. emang kenapa?”
“Dia lagi ditahan polisi, lho!”
“Hah seriusan, bro? Kenapa?”
“Percobaan pembunuhan terhadap istri!”
“Ih, Tuu kan, bro! Coba kalau gue yang jadi ma die, gue gak bakal terima mau dibunuh, gue bakal bunuh balik, terus kita berdua sama-sama masuk penjara!”

 

Dan mantan pacar dengan kode file XXX020## ini melengkapi daftar mantan pacar aneh gue. Semacam schindlers list, gue memiliki rentetan para mantan yang mempunyai aksi agak err… kurang wajar. Dan kadang gue bertanya mengapa demikian.

Mantan pacar dengan kode file XXX003## menghilang. Lalu muncul, tiba-tiba lupa kalau dia pernah mencampakkan gue begitu saja TIGA TAHUN sebelumnya. Lalu menjadi marah mendapati gue sudah punya pacar baru.

 

“Oh so you are an exgirlfriend now?”
“Ya iya sih.. udah dari.. tiga taon yang lalu..”

“Trus loe kenapa nggak bilang???”

 

Banyak hal yang seolah hilang atau dari ingatan beliau. Baginya, hubungan kami baik-baik, dan dia tidak pernah bisa bersama orang lain. Bagi gue, kita putus setelah dia punya pacar baru yang dipacarinya selama dua tahun. Periode yang cukup lama untuk seseorang yang mengaku ‘tidak bisa bersama orang lain’.

 

Namun beliau begitu yakin akan versi hidupnya, membuat gue berpikir: 1) selama tiga tahun itu beliau telah diculik alien dan hidup di dunia berbeda, 2) Jangan-jangan gue yang gila.

 

Hingga kini orangnya masih ada di seputaran hidup, dan setiap kali ngobrol, gue menjadi tidak yakin akan perbedaan kebenaran dan khayalan.

 

Lain lagi dengan mantan pacar kode file XXX013##. Ia menempuh hidup baru di pelaminan, dengan teman kami sendiri, tiga bulan setelah kami putus (coba tebak kapan pacarannya!).

 

Bukan tanpa perjuangan, gue berusaha mempertahankan hubungan yang sudah dijalankan. Biar harus sakit nggak sembuh-sembuh, gue jabanin. Tapi kalau orangnya nggak mau ya nggak bisa dipaksain juga. Gue merelakan dengan tabah dan lapang dada.

Hitungan minggu setelah menikah, yang:

Nangis dan mengirim pesan kangen: bukan gue

Merasa dekat dengan pasangan baru terlalu cepat: bukan gue

Mendoakan dari lubuk hati yang terdalam agar hubungan yang baru tidak berjalan mulus: bukan gue

Protes karena merasa ditolak, dicampakkan, dan dipaksa menjalani hidup yang tidak ingin dipilih: bukan gue

 

Saat itu gue jadi merasa ketakutan akan keanehan yang terjadi lalu memutuskan bahwa gue sebaiknya kabur cepat-cepat sebelum ketularan gila.

 

Setelah kejadian kasus pembunuhan terhadap istri itu, gue jadi khawatir. Kalau terganggu ingatannya cuma sekadar lupa bahwa GUE yang ditinggal kawin, bukan dia, sih masih cengli. Tapi kalau sudah bermain-main dengan nyawa, nggak lucu juga. Gue perlu mendeteksi tanda-tanda ketidakwarasan.

 

No Luck.

 

Karena pada saat bersama, gejala kegilaan itu tidak muncul, seberapapun lamanya. Gejala itu baru ketauan, SETELAH kami putus.

 

Dia yang posesip dan marah kalau tidak diangkat teleponnya, sewaktu pacaran adalah pria normal yang menghubungi gue dua hari sekali, kalau inget. Dia yang punya pemikiran ekstrim, sewaktu masa jabatannya sangat menghargai agama lain, bahkan tidak takut masuk Gereja.

 

Apa.. jangan-jangan.. mungkin gue secara tidak sadar, mempunyai ketertarikan terhadap kegilaan dunia?

 

Oedypus Complex gitu deh. Gue teringat seorang teman perempuan yang membenci orang tuanya, lalu berakhir selaluu dengan pria yang punya sifat persis seperti orang tua tersebut. Ternyata, mereka mempunyai kerinduan tertentu terhadap keterbiasaan yang jelek.

 

Orang tua yang otoriter, ternyata dirindukan, sehingga ketika punya pacar yang nggak galak, jadinya merasa hilang arah. Dalam kasus gue, mungkin gue mencari kegilaan yang membuat hidup gue menjadi lebih bewarna.

 

Tapiii.. kegilaan macam apa yang pernah gue rasakan? Gue punya keluarga yang sangat mengasihi, kakak-kakak yang setia membela adiknya, salah maupun benar, dan punya pergaulan yang normal.

 

Gue tidak mempunyai orang yang bisa dipersalahkan karena membawa trauma dalam hidup gue. Nampaknya, kali ini, gue benar-benar tidak bisa mempersalahkan orang lain. Pangkal permasalahan hanya pada diri gue sendiri.

 

Gue kembali berefleksi. Apa mungkin gue juga punya kecenderungan gila. Orang bilang,mereka yang punya kepribadian sama, cenderung akan saling mendekat dan hidup berdampingan. Supir yang nyetirnya gelo, biasanya punya majikan yang mengizinkan perilaku demikian.

 

Ya, tentu saja sih, kata orang gue emang nggak gitu waras juga. Gue memang cenderung otoriter, kalau lagi ngamuk nggak pake tending aling-aling. Ehh, tapi itu kan juga karena gue berada dalam pengaruh jahat! *membela diri.

 

Mungkin memang pangkal permasalahan yang dihadapi sehari-hari adanya dalam diri gue sendiri. Ketika ada orang yang sirik atau setengah mati ingin menjatuhkan, mungkin awalnya adalah sikap sengak gue yang tinggi hati dan suka pamer.

 

Ketika ada orang yang sewot setengah mati sampai main santet, ternyata, setannya datangnya dari dalam diri sendiri, akibat janji yang diingkari di masa lalu.

 

Dalam kasus para mantan, mungkin mereka sungguh-sungguh tidak bohong punya realita yang berbeda, yang diciptakan gara-gara gue sempat kadung janji di masa lalu, yang tentu saja lalu gue ingkari dengan sepele. Yang ternyata, menimbulkan complain semesta gaib yang lalu memporakporandakan hidup mereka yang malang itu.

 

Satu bulan gue meminggirkan hidup bak mencari suaka di asylum. Pertama kalinya gue tidak ‘closing’ puasa dengan mabok-mabokan, tapi dengan menyepi, memberi kesempatan gue merunuti jejak masa lalu yang ternyata berbuntut panjang.

 

Gue melihat betapa banyaknya hal-hal sepele yang gue lakukan, yang terefleksi beberapa level lebih serius dalam perlakuan orang lain pada gue.

 

Saat seseorang mendzalimi, bukannya langsung nunjuk pelaku, mungkin gue harus bertanya apa penyebabnya, agar terhindar atau dari laku dzalim berikutnya. Kalau gue terus sengak tinggi hati dan pamer, tentu siapapun temannya, gue akan kembali mengundang sirik.

 

Kalau punya mulut kayak setan, hanya tinggal tunggu waktu untuk mendapatkan musuh yang mengutuk dan mendoakan yang terburuk terjadi pada gue.

 

Untuk menghindari permasalahan, nampaknya sudah waktunya gue justru malah kembali pada diri gue sendiri dan melihat apa yang salah. Am I THE problem?

 

Well, see it from the bright side, segila-gilanya gue, belum pernah merencanakan pembunuhan. Mungkin itulah sebabnya gue terselamatkan, gagal jadi istri mantan pacar yang mencoba membunuh istrinya sendiri…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *