Puas Main

“If you hadn’t been fooling around all these years, you would’ve been at home with three kids by now,” -masyarakat yang bijak.

And that was supposed to be a better future? Gue bertanya dalam hati, meski tentunya yang tampil di wajah adalah senyum lebar penuh ketulusan yang dilatih mereka yang punya pilihan hidup tidak mainstream dalam norma sosial. 

Selamat datang usia baru. Di mana pertanyaan ulang tahun mulai bergeser, dari ‘apa cita-citamu yang belum tercapai’ menjadi ‘apa yang disesali dalam hidup. Pertanyaan yang sulit. Gue banyak mau, tapi jarang nyesel. Lagipula, bagi gue, meniup lilin ultah usia 35 tahun terutama di era pandemi COVID 19 ini sudah merupakan sebuah pencapaian hidup.

Namun mungkin sudah waktunya gue mengikuti panggilan umur untuk mulai merenung dan berefleksi, meskipun ini bukan elemen gue banget:

Do I regret living my youth? Atau pertanyaan julidnya, do I regret wasting my youth? 

Ya enggak dong. Gue menjawab cepat. I have a rich youth! Tidak ada meja klub malam di Singapura yang belum pernah gue injak. Tidak ada satu halpun, satu pekerjaanpun, satu eksperimen sosialpun yang membuat gue penasaran, yang belum pernah gue coba.

Di masa muda yang singkat itu, beberapa hal absurd yang sudah pernah gue lakukan dan kepikiran saat ini antara lain:

  • Solo trip dengan bus 24 jam lintas perbatasan Vietnam-Laos yang supirnya bisa berhenti di tengah jalan lalu tidur
  • Dating three guys with the same first name at the same time
  • Dibayar klub untuk pura-pura bahagia dengan bayaran 75 dolar per jam (demi bergelas-gelas margarita untuk ngobrol filosofi di klub yang lain)
  • Masuk angin gegara harus shooting iklan dengan bikini seharian sambil pake hak 15 cm
  • Ngotot tinggal di dekat Orchard Road meski bareng pelacur
  • Nyantronin bandar substansi lokal di pinggir pantai dan menuntut ganti rugi
  • Mabok pinang
  • Dan segala kisah absurd yang telah mewarnai blog ini sejak tahun 2007.

Maaf mbak, itu bukan daftar pencapaian, tapi daftar kesalahan, demikian netijen berkumentar. Ya iya juga sih. Tapi gue seorang story-junkie. Dan jalan yang gue pilih telah membantu gue mengumpulkan banyak sekali cerita, baik tentang diri sendiri maupun orang-orang di sekitarnya. 

Tentu saja dalam proses ini ada pengorbanan. Kehidupan yang stabil di mata masyarakat. Bertemu dengan pria-pria baik-baik yang nggak banyak intriknya. Menikah. Making babies. Meskipun kenyataannya semua laki-laki yang lewat dalam hidup gue itu adalah kesalahan, tapi mungkin ada 1-2 yang ogah mampir karena katanya ‘Burung Sejenis Berkumpul Bersama’.

But you know what else you can’t have apart from babies when you are old? Having too much fun. Unleash your curiosity. Taking risks. Making mistakes and failures in exchange for life lessons. Getting free drinks every night. Pole dancing. 

Pada akhirnya, semua adalah tentang prioritas dan konsekuensi. Ada orang-orang yang menjaga diri bak porselain dan memiliki jalan hidup tenang yang penuh kebahagiaan. Mereka yang memilih jalan ini akan mendengarkan cerita-cerita konyol gue sambil tertawa dan mungkin terkagum-kagum, namun dalam hatinya berkata, gile ni orang, definitely not my cup of tea.

Mereka, tidak akan menjadi netijen julid yang sekadar mengingatkan seorang pengusaha yang sudah mengelilingi puluhan negara bahwa ia telah menyia-nyiakan masa mudanya dengan tidak berprokreasi.

Sebaliknya akan ada gue, yang sejak di usia belia sudah tahu persis gue bukan orang-orang yang hidup normal seturut kacamata masyarakat. Gue tidak pernah punya dream wedding. Sekalinya mimpi menikah gue langsung ruwatan karena konon mimpi tersebut merupakan pertanda malapetaka yang akan datang. 

Mencoba menuruti pola hidup yang dianjurkan norma sosial hanya akan menjadikan gue tante happy, atau nenek lincah yang menyusahkan anak-cucu di usia lanjut semata karena gue masih belum puas main. 

So, if I were to be given those 15 years back, I would do exactly what I did. A few minor changes of course, but not in a way I am living my life. I would still be fooling around, doing nonsense simply because it gives me life. 

Bahkan, saking tidak menyesalnya, gue masih terus memegang teguh semboyan ‘mumpung masih muda’ itu sekarang. Seperti ketika melepaskan jenjang karir untuk sebuah UMKM ekspor buah yang hingga kini gue belum tahu pasti akan happy-ending atau tidak. 

Gue masih akan terus bermain-main, bereksplorasi dalam hidup meski tentu sudah ada beberapa hal yang tidak dapat gue lakukan kini, seperti naik meja club atau keleleran dengan belly-button top. Takut COVID, dan terutama takut encok dan masup enjin.

Ya tapi itu kan sekarang, karena masih merasa muda, coba nanti kalau sudah merasa tua, pasti nyesel! Pasti kesepian! Ya bisa aja sih, never say never kalau kata Justin Bieber. Gue yakin bisa saja ada satu insiden yang mengubah pola pikir dan membuat gue memilih gaya hidup yang lebih domestik di satu masa. Sesuatu yang jika muncul terlambat akan menimbulkan penyesalan. 

Tapi itu nanti-nanti aja deh mikirnya, gue masih sibuk main!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *