Resep Kurus

“Gy kok loe bisa kurusan sih?”

“Gampang, gue makan ati.”

“Ah, gue juga makan ati, tapi malah jadi gendut!”

“Lah loe salah! Makan atinya pake nasi!”

Salah satu pertanyaan paling sering kuterima dari handai taulan media sosial adalah bagaimana gue bisa menyisihkan 15 kilo berat badan gue dari masa pandemi dalam kurun waktu kurang dari setahun.

Gue berupaya memberi tips yang sungguh-sungguh gue lakukan tapi memang tidak pernah punya dampak berarti pada kegembilan, seperti berenang setiap hari (suer beneran, tapi gue juga makan nasi goreng sepiring munjung tiap hari habis berenang), intermittent fasting (dari jam 10 pagi hingga jam 2 siang), maupun menjadi mangistarian (ini tentunya supaya dagangan gue tambah laku).

Setiap saran itu disambut tatapan skeptis penuh curiga seolah gue telah menyembunyikan rahasia pamungkas turun temurun dari selir tersayang Kaisar Dinasti Tang. Maka, hari ini, gue akan mencetuskan istilah diet gue yang sejati. Bersiap meniru dan dapatkan tubuh impian Anda! It’s calorie deficit diet.

Setiap manusia punya angka kebutuhan gizi harian. Rata-rata sih 2000 kalori kalau ciwi, 2500 kalori kalau lelaki. Angka persisnya bisa dihitung lewat timbangan khusus (ada potensi bisnis di sini, yang mau sewa, call me…). Kuncinya adalah mengetahui kebutuhan kalori harian kita, dan memastikan bahwa kita menerima lebih sedikit dari kebutuhan kalori harian tersebut.

Permasalahannya, sering kali manusia metropolis memakan lebih dari yang dibutuhkan. Satu potong ayam KFC itu 500 kalorian. Makan 2. Tambah nasi. Tambah perkedel. Tambah Ichi-Ocha. Malam juga makan. Kelebihan kalori inilah yang kemudian disimpan sebagai cadangan makanan. Tiap hari diulang, jadi cadangan makin surplus.

Untuk memangkas surplus harian ini, ada berbagai metode. Olahraga berat, diet ketat, atau meningkatkan metabolisme pemecah lemak. Semuanya adalah cara-cara agar tubuh menerima kalori lebih sedikit daripada yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari, sehingga terpaksa memecah samcan di pinggang untuk kebutuhan energi.

Sialnya, untuk memangkas kalori ini biasanya angkanya rada ekstrim. Sudah genjot sepeda 1 jam sampai mau pengsan-pengsan, baru motong 500 kalori, yaa.. sekitar 5 butir nastar lah… Kalau ditambah lagi, bisa-bisa malah menyebabkan otot robek, lalu perlu pemulihan makan-makanan bergizi. Malah tambah gendut.

Atau diet ketat cuma minum jus agar asupan kalori lebih sedikit daripada yang biasanya. Kalau terlalu ekstrim malah menyebabkan sakit lambung, GERD, dan usus nempel. Kurus sih. Tapi kelihatan kurang sehat.

Ada lagi metode diet untuk meningkatkan kemampuan tubuh mencerna lemak. Supaya nggak cepet laper, karena badannya terbiasa ngorek-ngorek dulu cadangan di perut. Bentuknya diet ketogenik yang badannya dipaksa makan lemak gak dikasih gula. Atau obat-obatan tertentu.

Tapi metode ini faktornya banyak. Ada keturunan, hormon, danlainsebagainya. Sehingga lebih merupakan mitos dan biasanya melibatkan produk kimia. Dan teorinya, dengan rutin berolahraga serta memperbaiki pola makan sehat, otomatis metabolisme akan membaik.

Maka, perlu ada metode tambahan untuk melakukan calorie deficit diet. Yaitu, memaksimalkan kekuatan pikiran untuk membakar lemak. Ya makan ati itu. Seringkali luput bahwa tidak hanya kegiatan fisik yang sebenarnya bisa membakar lemak, tetapi juga aktivitas otak. Mikir biasa-biasa aja sudah menghabiskan 20% dari kebutuhan energi harian, atau sekitar 320 kalori.

Jika mikir seharian secara intensif, seperti mempelajari caranya mendapatkan hatimu #eh, bisa nambah 200 kalori. Selain itu, orang yang banyak pikirannya juga sering kehilangan nafsu makan, sehingga semakin menunjang program diet. Itulah sebabnya, banyak orang yang stress badannya jadi kurus.

Kalau dikombinasikan badan pegel-pegel karena beban kehidupan, bisa menjadi motivasi untuk rutin berenang atau pilates. Biar sakit punggung hilang dan meredakan stres. Plus mengencangkan kulit yang udah mulur akibat banyak pikiran tadi.

Emang sih, mekanisme melawan tekanan ini juga beda-beda tiap orang. Ada yang malah jadi tambah laper. Itulah sebabnya di awal gue mengingatkan bahwa sebaiknya makan atinya jangan pakai nasi apalagi gulai otak biarpun ati itu rasanya pait.

Bahkan beberapa paket diet yang mahal sebenarnya juga memanfaatkan tekanan mental ini untuk mengoptimalkan program. Setiap hari, selain harus minum obat, juga harus kirim foto makanan setiap hari ke WA grup yang akan dikomentari rame-rame. Kurangin nasi, tambah sayurnya. Juga musti kirim foto sebelum mulai olahraga dan sesudah olahraga 2 jam sehari.

Kurang toxic apa coba si Mas Instruktor. Itu sih nggak pake obat juga pasti kurus. Pasti menyebabkan beban mental yang bisa terinternalisasi. Seperti ketika seorang teman yang ikut program serupa menyakini, “kayaknya emang gue musti diginiin dhe Gy baru bisa diet!” Persis seperti perempuan yang meyakini ia jadi tidak selingkuh semata karena pacarnya posesip!

Daripada bayar jutaan rupiah, baiknya mulailah cari masalah. Cari cowok yang hawa-hawanya toxic. Kalau pacarnya kebetulan ganteng pengertian tajir melintir lagi tidak sombong dan setia kayak template buku-buku chicklit, CARI GARA-GARA. Anda mungkin berakhir jomblo. Tapi Anda jomblo yang langsing.

Jika semua taktik itu masih belum mempan, gue masih ada satu jurus pamungkasnya. Satu metode yang menyebabkan seseorang pasti akan terpatri untuk mengontrol nafsu makannya. Terinfeksi RADANG USUS.

Jadi, setelah merasa berat badan gue cukup ideal dan tidak mau makan ati lagi, gue tiba-tiba terkena radang usus yang semakin membanting berat badan gue lebih jauh akibat kombinasi diet terpaksa. Sakitnya minta ampun. Perut kram kembung kadang pakai demam.

Untuk menghindari sakit ini, gue harus pantang pangan yang sulit dicerna atau memicu gerak peristaltik usus, seperti pedas, asam, olahan tepung, kopi, olahan susu, dan pada intinya semua makanan yang memang merupakan obat gendut.

Dan berbeda dengan sakit lambung, sakit usus ini tidak serta merta dirasakan begitu menyantap makanan larangan. Biasanya 45 menit sampai 1 jam setelah makan. Jadi gue tidak akan tahu apakah gue sudah bisa mengonsumsi makanan pantangan atau tidak hingga makanan selesai disantap dan tercerna.

Bayangkan dampaknya. Gue jadi harus mengontrol diri. Menimang apakah kenikmatan sesaat menyantap makanan itu sebanding dengan kram perut yang datang belakangan. Setiap. Kali. Makan. Selama tiga bulan.

Belakangan gue juga menemukan bahwa gue sudah bisa mulai melanggar satu pantangan per hari. Gue jadi harus menyusun prioritas. Apa yang gue inginkan hari ini? Kopi kah? Atau jangan minum kopi karena nanti akan ada traktiran pasta di restoran Itali yang instagrammable? For once in my life, gue MEMILIH satu di antara makanan tak sehat yang selama ini dihabek semua.

Ah, gue udah kena gaslighting tiap hari, senam dua jam sehari, nggak makan pagi-siang-malam, malah minum obat pengurai lemak yang nggak ada BPOM-nya, kok tetep gendut!

Tentunya, tidak ada yang menjamin metode diet kumbinasi gue itu sakses pada setiap insan. Menurut seorang peneliti genetika di Lembaga Eijkman beberapa tahun lalu, diet itupun juga bergantung pada faktor genetis seseorang.

Ada yang sensitif terhadap kabohidrat sehingga begitu pantang nasi langsung turun berat badan. Ada juga yang tubuhnya peka terhadap antioksidan dalam manggis sehingga jika cuma makan manggis seharian badannya langsung singset. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 macam tipe diet bagi masing-masing individu.

Jadi buat yang sudah nyoba 12 macam diet tapi belum kurus-kurus juga, jangan pantang menyerah, masih ada 88 cara lagi gaes!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *