Ini abad 21. Tahun 2014. Penanggalan Kuda. Dan gue disantet.
Lucu? Ya. Gue awalnya juga menganggap demikian. Sampai gue dibuat nggak bisa bangun dari tempat tidur. Muntah darah. Jatuh di jalanan. Dan semua menjadi tidak lucu sama sekali.
Dalam waktu satu bulan gue bergelut dengan sakit naik turun yang tak jelas sebabnya, ngamuk-nabok-nonjok kayak setan, diagnosa medis yang nggak pernah sama, keluar besi jarum dari dalam tubuh, ritual pengusiran setan, mandi garem, nenggak air suci. Jauh dari dunia digital dan teknologi.
Sungguh sesuatu yang tidak pernah gue duga akan terjadi pada diri gue. Gue selalu yakin orang yang bakal disantet itu keren. Apa ada orang di luar sana yang menganggap gue keren? Ah..gue jadi tersanjung…
Logikanya begini: Nyantet orang jelek sama nyantet orang cakep kan dosanya sama aja. Kalau kata si mamih, kalau gue mau bermain ilmu hitam, maka sebaiknya gue pilih yang memberikan keuntungan maksimal dengan dosa minimal. Misalnya gue mau main pelet, maka gue akan memelet, anak keluarga Cendana misalnya.
Tapi kata seorang temen, guna mengguna-guna keluarga Cendana, gue harus punya beking dukun yang kuat banget, kalau bisa lebih dari satu. Emang loe pikir, yang mau pelet Pandji Soeharto cuma loe doang? BANYAK!! Belom lagi yang memang secara lahiriah akan bersaing secara sehat.
Berarti gue bakal saingan dengan semua dukun itu, termasuk, yang melindungi keluarga target pelet. Ilmu gue harus hebat-hebat banget. Gosipnya, salah seorang anggota baru keluarga tersebut sampai harus punya dua dukun, yang satu didatangkan dari negeri tetangga, selain tirakatan dan puasa. Padahal gue suka makan!
Jadi gue disantet, justru karena gue orang biasa, dan penyantet juga punya ilmu yang biasa-biasa aja. Hal ini kemudian dikonfirmasi lewat penerawangan gaib oleh seorang Ustadz, seorang pastor dan seorang habib bahwa gue disantet bukan karena prestasi maupun pekerjaan. Gue nggak jadi GR.
Hipotesa lain, gue disantet karena mulut gue yang memang kayak setan. Tapi kalau memang demikian, sebenarnya banyak kok yang mulutnya lebih semprul daripada gue. Ananditha Mayasari, misalnya, yang diyakini punya salah satu mulut terbrengsek yang ada di muka bumi ini.
Ah mungkin setannya juga males nyantet yang beginian. Kayak nyantet sodara sendiri katanya. Dan ternyata, pengirim paket santet gue juga tidak pernah gue sakiti secara kata-kata. Atau mungkin gue nggak berasa aja?
Nasi sudah menjadi bubur. Jarum dan setan sudah on-the-way. Ruqyah sudah digelar. Daripada berfokus pada si pelaku dan nasib naas yang menimpa, gue memilih mencatatkan di sini beberapa hal yang perlu dilakukan kalau pembaca budiman ada yang terkena santet. Ingat, santet bisa menimpa siapa saja!!
Step 1: Usir setannya
Kalau udah ketempelan setan gimana? Ya diusir dong, masa dipelihara… Itu jadinya musrik! Metodenya di tiap agama kurang lebih sama, yaitu mandi dengan air yang sudah didoakan atau diberi garam berkat yang perasaan air panas, tapi pas disirem dingin kayak berendem di dataran tinggi Dieng, lalu minum sejenis air-airan, bisa air zam-zam, air Lourdes, maupun air Tampak Siring. Gue sudah coba semua, rasanya sih sama aja, tergantung kepercayaan…
Selain itu, kalau sama Oom yang kebetulan seorang Ustadz dan habib, gue juga digebukin punggung, tangan dan kakinya. Entah karena emang begitu metodenya, atau karena sekalian marah karena gue bandel. Yang jelas besoknya badan gue sakit-sakit.
Oleh Pastor juga ada metode sejenis, semacam dikebas-kebas badannya sambil doa, tapi tidak semenyakitkan sama Oom Habib. Mungkin setannya sudah kabur separoh. Yang beda di sini doanya aja, yang satu pake bahasa Arab, yang satu pake bahasa Indonesia. Doanya boleh sesuai kepercayaan. Karena gue nggak sempet Google Translate, gue cuma ngerapel Al-Masih, Al-Masih-Al-Masih aja.
Oh ya, di fase ini, oleh beberapa paranormal dan kiyai juga kadang suka melakukan terawang gaib untuk melihat pelaku. Bisa via mimpi, bisa via mata batin. Selera sih, soalnya kadang yang keliatan bukan wajah fisik tapi wajah jiwanya. Gue lihat perempuan berwajah setengah buaya yang hangus. Ngeri banget, gue mimpi buruk berhari-hari.
Step 2: Bikin Pager Bodi
Setelah setan diusir lalu gue bisa hidup bahagia happily ever after? NANTI DULU!! Emang loe pikir nyantet nggak pake duit? Itu INVESTASI! Dan sampai penyantet mendapatkan apa yang diinginkan, maka investasi dianggap belum balik modal.
Di kasus gue, yang pertama dikirim cuma setan CCTV 24 jam yang mengawasi apa yang gue lakukan dengan orang-orang terdekat sehari-hari yang sekalian membuat gue panas hati lalu ngamuk kayak setan. Setelah diusir, dikirim lagi serombongan setan yang tugasnya membawa paket jarum serta menyerap aura macam dementor di Harry Potter.
Diusir lagi, dikirim lagi yang bisa nempel di tangan. Apartemen gue sampe penuh sesak sama jin. Nggak bayar lagi. Padahal sewa apartemen di area itu minimal Rp. 6,500,000,-
Pager badan yang dibuat Oom Habib berupa dirajah, semacam ditato yang hanya bisa dilihat dengan mata gaib. Gue dibikinin di masing-masing tangan dan punggung. Keren pokoknya. Kalau diterawang gue jadi seperti preman senen. Jin pasti pada jiper.
Tapi mungkin tatonya belum kering, jadi gue tambah lagi dengan menggunakan pendulum buatan Romo Lukman (lagi dikirim, belum sampai rumah). Pendulum itu akan menyerap energi santet yang diarahkan. Plus ke mana-mana bawa Rosario atau tasbih.
Step 3: Sedia Payung Sebelum Hujan
Sebenarnya ini harusnya jadi step 1, tapi karena gue sudah keburu disantet, maka ini jadi step selanjutnya aja. Ini buat jaga-jaga, kalau-kalau pager bodi keburu dilanggar. Misalnya gue udah pasang pager 1 meter, tapi setannya lompat 2 meter, maka pager bisa terlanggar…
Beberapa jenis bahan pencegah santet antara lain adalah memakan kurma nabi 7 butir dan minum air zam-zam. Yang gue alami, ketika terjadi serangan, tiba-tiba gue muntah dan hanya si kurma nabi yang gue muntahkan. Tapi setelah itu badan gue langsung merasa lebih enak.
Selain itu, menurut Devi si Gadis Lampung, gue juga bisa pake bangle jerangau. Jangan Tanya bangle jerangau itu apaan! Yang jelas itu umbi-umbian sejenis jahe, dipotong 1,5 cm, diulek lalu dioleskan ke kening. Baunya minta ampun. Jangankan setan, manusia aja pasti ogah macem-macem. Sisanya bisa ditaroh di ujung-ujung rumah.
Di bawah meja gue sekarang juga ada seember air yang dicampur garam berkat, yang sudah didoakan. Sebelumnya gue juga harus doa tobat 7x (karena banyak dosa, bukan sareat), dan sedia air lourdes yang bisa dioleskan di tempat-tempat yang dicurigai menjadi sarang setan.
Step 4: Ikhlas
Nah ini adalah fase yang paling susah. Tapi kalau bisa dilewati, Insya Allah, gue bakal kebal santet SELAMANYA (dari orang yang sama). Konon, meski dengan berbagai pager badan, pager tanaman, dan ritual yang gue jalani, gue sebenarnya masih memberi celah bagi santet untuk kembali menyerang gue. Yaitu karena gue menyimpan sisi jahat di dalam diri gue: DENDAM.
Ya, gue menyimpan marah pada orang yang sudah menyantet gue. Sering terlintas pikiran untuk memasukkan semua setan ke dalam boks dan gue kasi ke JNE: ‘KEMBALI KE PENGIRIM’. Biar rasa gimana nggak enaknya dikira orang gila.
Tapi justru pikiran semacam itu, yang menjadikan gue jahat, dan seperti kata orang bijak, orang jahat itu mudah dijahatin orang lain. Jadiii menurut pastor, gue harus mendoakan agar orang yang telah mencelakai gue agar ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Gue juga harus mengikhlaskan, bahkan jika itu berarti ada pengorbanan dari diri gue.
Ngomong emang enak. Saat diajak Pastor berdoa bersama, mulailah ia berdoa Ya Tuhan…jika benar ada yang ingin mencelakai anak-Mu ini semoga Engkau mengampuni dosanya dan memberkahi… lalu tiba-tiba ia membuka matanya, ‘nggak ikhlas, ya!’
Ya menurut Pastor? Saya nggak salah apa-apa, saya cuma kebetulan ada di situasi yang salah, terus saya disantet sampai hampir mati, apartemen saya sampe kayak kos-kosan setan sangking ramenya, terus, sekarang saya musti ngedoain biar dia bahagia? Saya gimanaaaa…. Saya manusia biasaaaa..aaa…aa…
‘Harus bisa!’ demikian Pastor ngotot. Karena ini kuncinya. Kalau orang yang menyantet mendapatkan apa yang diinginkan, mudah-mudahan ia berenti. ‘Kalau dia pengen saya mati?’ gue berkilah. ‘Pasti yang diinginkan bukan kamu mati, tapi apa yang bisa didapat setelah kamu mati’.
Hmmm… bener juga. Orang nyantet biasanya karena iri hati, bukan karena ingin melihat orang lain celaka, tapi karena ingin menjadi terihat sebagai manusia yang lebih baik saja.
Dan gue diminta mengulang-ulang doa tersebut sendirian, hingga gue tulus. Susah, buanget. Tapi memang ketika gue bisa merelakan itulah gue kehilangan rasa takut, putus asa, dan lemas yang sudah beberapa minggu ini gue rasakan. Dan itulah momen gue merasa, gue sudah bebas santet.
Sebenarnya kalau dipikir-pikir, ini bukan kali pertama gue disantet. Dan setiap kali ada kejadian seperti ini, gue sebenarnya seolah diingatkan akan satu kenyataan yang menyenangkan.
Gue mungkin tidak bisa membuat semua orang suka sama gue (kalau nggak gitu, pelet pasti nggak laku, heheheehehe…). Tapi walaupun gue punya segelintir musuh (tiga tepatnya), gue punya lebih banyak lagi sahabat, kenalan dan keluarga yang menyayangi dan melindungi gue.
Pembantu apartemen gue sampai ikut pengajian dan meminta tolong Bang Haji di kampungnya di Citayeum karena khawatir melihat gue yang sakit. Devi si Gadis Lampung dan Tifatul rela menempuh perjalanan dari Barat mengunjungi gue, sambil bawa Bangle Jerangau yang gue masih belum tau apa itu.
#JuinitaTemenGue menjagai setan yang mau menerjang terjang di apartemen, mendaftarkan gue pada jasa pengobatan bahkan sempat nggak dapet nomor antrian sendiri. Ade membawa mangga gedong yang sudah matang diketekin kuntilanak. MbakWid yang punya channel pengusiran setan ke mana-mana.
Belum lagi Yosinoya, Ditha, dan teman-teman yang tidak bisa gue sebutkan satu per satu, orang-orang yang rela menanggung dosa dengan mewakili gue dalam hal-hal yang tidak boleh gue lakukan sendiri demi tema ‘ikhlas’ tadi.
Dengan mulut yang kejam dan keji mereka telah mengata-ngatai, menyumpahi, mendoakan segala hal terburuk agar terjadi pada orang yang telah mencelakai gue. Gue nggak ngedoain lohh.. tapi biasanya doa banyak orang terkabul…
Dan gue juga kembali diingatkan tentang kualitas gue. Sejak kejadian ini, bukan 1-2 yang menawarkan gue untuk santet balik, ngepet balik, pelet balik blah-blah. Alangkah mudahnya, alangkah sederhananya untuk mendapatkan apa yang gue inginkan.
Tapi tanpa pernah gue sadari, gue tidak pernah mencari jalan pintas untuk mendapatkan apa yang gue miliki sekarang. Dan gue yakin, meski gue dihancurkan saat ini, gue akan diberi lebih, tanpa santet, ngepet, pelet. (kecuali gue punya ambisi berlebih jadi bagian dari trah Cendana tadi itu).
Dan meskipun sang penyantet merasa menang saat ini karena mendapatkan apa yang ia inginkan (berkat doa gue lho itu…), ia sebenarnya kalah. Karena ia malah dijauhkan dari apa yang gue punya sekarang: Sahabat-sahabat sejati yang menempel sama gue tanpa ada pretensi apa-apa, dan satu hati yang ikhlas.