Peringatan: Posting di bawah ini mengandung unsur pamer, norak, kampungan yang mungkin memuakkan. Tapi maklumlah! Gue baru ulang tahun!
Tiga hari setelah masuk kuliah di NTU, rekan berbagi kamar di asrama, Jeng Ti melaporkan pengamatannya terhadap pria kampus, “Margie, you want a Louis Vuitton for your birthday, don’t you? Deketin si Abang XYZ! Dia kayaknya tipe cowo yang suatu hari bakal bisa beliin loe LV.”
Ya, kami, peraih pendidikan dengan subsidi pemerintah 70%, penerima Singapore Permanent Residency invitation di hari kelulusan, dan penjunjung emansipasi wanita, pun besar dengan dongeng Cinderella. Memimpikan menikah dengan ban pinggang emas ala Dian Sastro, atau berbulan madu dengan jet pribadi macamnya Nia Ramadhani.
Dan setelah menghitung bahwa untuk membeli apartemen idaman dengan tabungan hasil kerja di Singapura butuh 10 tahun hidup dengan tali kasut terikat kencang, kami langsung menyimpulkan: Cara tercepat memiliki apartemen itu adalah to find someone who will buy it for us.
Maka dari hari pertama berkuliah gue sudah bertekad bulat, akan mencari Prince Charming yang akan menghentikan kibasan kipas angin di langit-langit kamar asrama, forever amen. Sehingga gue bisa berkata pada anak gue, dulu, waktu mami kuliah, tidurnya cuma pake kipas angin, nggak kayak kamu hidupnya enak…
Jika ada yang mempertanyakan apa gunanya kuliah susah-susah jika akhirnya menikah juga, gue punya bantahan mantap. Justru karena gue ingin jadi ibu rumah tangga makanya gue kuliah, untuk mencari bapak dari rumah tangga yang selangkah lebih maju di tangga sosial!
Dan dalam rangka inilah gue menetapkan kriteria pria yang gue cari. Yang membawa sebuah hadiah ulang tahun yang dibungkus kantong cokelat bertuliskan
LOUIS VUITTON
MAISON FONDEE EN 1854
PARIS
Itu adalah indikasi awal bahwa, there are more good things to come in the year of marriages that he could afford.
Empat tahun berlalu dari percakapan di bawah kipas angin kampus itu. Jeng Ti, yang memang sedang mencoba miskin saja di Singapura, sudah mempunyai long time boyfriend yang tak diragukan punya kemampuan membeli Louis Vuitton and more.
Sedangkan, gue, thanks to my lack of focus, masih saja memboroskan waktu fooling around dengan pria-pria yang tak bisa dinikahi. Meski sudah tahu tujuan hidup, masih juga mengutamakan kuantitas daripada kualitas.
Tentu saja ada beberapa failed attempt yang gue lakukan. Namun entah mengapa, orang kaya itu suka aneh-aneh. Seorang putra taipan properti literally harus diamati 24 jam non-stop jika tidak mau ditemukan menggoda wanita lain. Seorang pemuda berkode pos jaminan mutu, mulutnya gatel kalau tidak mengintimidasi pasangan hingga kehilangan kepercayaan diri. Yang lain, punya kesulitan komprehensi. Setelah mengalami kejadian yang nyaris merusak mental ini, gue menyerah.
So, here I am, dalam kondisi yang tak jauh berbeda dari enam tahun lalu. Menjadi kuli korporasi yang bangun subuh dan jatah makan siangnya satu jam. Gue membeli beberapa kantong cokelat itu sendiri dan hal-hal lain yang gue inginkan. Orang melihat dengan kagum, gue dengan pahit, bahwa gue adalah seorang wanita yang self sufficient.
Gue kembali berada dalam siklus hubungan bermasa depan tak pasti, dengan seorang rekan kerja dengan usia tak jauh berbeda. Tapi kali ini, I’m too comfortable to leave. Beberapa teman masih bertanya, what’s with your tai-tai plan, mengetahui pasti gue punya rencana terstruktur jadi istri orang kaya alias tai-tai, yang waktu luangnya diisi mani-pedi dan kursus merangkai bunga.
Gue cuma mengangkat bahu dan menyimpulkan, ‘ternyata nyari kerja lebih gampang daripada nyari suami.’ Jauh lebih mudah untuk membeli Louis Vuitton sendiri daripada mencari pria yang bersedia membelikannya.
Lalu, at the least moment gue mengharapkan money can buy stuff dari orang di sekitar gue, di hari ulang tahun gue yang ke-25, there it is finally, the brown bag gift.
Dan ketika, akhirnya, mendapatkannya, gue menyadari where did I go wrong. Nampaknya selama ini, gue telah mencari si hadiah berkantong cokelat in all the wrong kind of guys. Ketika Jeng Ti mencomblangkan gue dengan Bang XYZ karena beliau berpotensi membelikan gue LV, Jeng Ti mungkin menggunakan LV sebagai simbol kemapanan materi.
Tapi ada begitu banyak label yang lebih mahal dan lebih tepat dijadikan target mutlak. More than anything, berpotensi membeli LV mungkin lebih mengacu pada punya potensi untuk sungguh-sungguh menyayangi gue dan melakukan hal yang menyenangkan gue.
Tentunya, dibutuhkan sekian besar uang untuk membeli isi si kantong cokelat. But it doesn’t take a millionaire to buy this gift; It takes one man who is really into me that he could have the capacity of really listening to what I want. Who is crazy enough to take it seriously.
Bahkan jika daftar permintaan gue setidakmasuk-akal mawar bewarna biru, se-demanding fine dining di restoran dengan hanya gue sebagai tamu, sedangkal sebuah label desainer. If he really wants to make me happy he would eventually really work to make those crazy bits happen.
Gue sudah bersumpah tidak akan menjilat ludah sendiri dengan mendeklarasikan cinta lebih penting daripada materi. Gue matre, dan tidak akan pernah merasa salah menjadi realistis. Dari dulu hingga sekarang, materi dan status akan menjadi penting dalam kriteria pencarian jodoh.
Tapi seperti dalam percobaan hidup-mati gue selama enam tahun, there are rich men, and they can really buy a lot of stuff, above, beyond, berkali-kali Louis Vuitton. Akan selalu ada merk-merk yang menghargai tas mereka lebih mahal dari satu merk lainnya. But they will never ever provide you with things that you like, unless they are THAT into you. Mereka bahkan mungkin takkan terlalu pusing untuk mencari tahu apa yang sebenarnya gue cari.
Ternyata, akan jauh lebih masuk akal untuk seseorang yang mungkin tidak tampak seperti target penculikan dan pemerasan untuk membeli all those girls’ fancy dreams, jika dia memang berniat membeli. Granted tentunya, beliau punya cukup kapasitas untuk mengusahakan alat pembelian dan pembayaran yang sah.
Maka, Jeng Ti, di manapun kau berada saat ini, jika kamu membaca blog ini,aku mau kamu tahu…that I finally found him, the man who gives me a brown bag gift on my birthday. Tentu saja di saat mungkin kamu sudah menetapkan orange bag gift of Hermes sebagai perlambang kriteria pria kau cari! But at least I understand the reason behind the criteria!