Kalau di Rumah sakit, namanya bangsal kelas tiga. Satu kamar dibagi sekat-sekat untuk 3-6 orang, harus patuh aturan jam besuk, dengan kunjungan dokter sangat minim. Obatnya standard generik, dengan perawatan sembuh sukur, enggak ya udah.
Bagi orang sehat yang nonton konser, namanya kelas E dan F, atau tribun. Pintu masuknya bisa dicapai setelah naik eskalator, dengan sang artis hanya terlihat sebagai sosok mungil di atas panggung akibat jarak pandang yang cukup jauh. Gue bersyukur mata gue gak rabun jauh.
Sepupu gue pernah bilang, amit-amit dhe, kalau ga melahirkan ga bakal mau masuk kelas tiga. Tapi pengalaman gue membesuk beliau adalah kunjungan rumah sakit paling menghibur bagi gue. Ada saja ulah-ulahnya para pembesuk yang lain, dengan barang bawaan dan rantang yang beraneka rupa; pisang sampai tahu sumedang.
Demikian juga pengalaman gue menjadi warga kelas E dan F saat konser Jamiroquai kemarin, mengajarkan gue bahwa miskin mungkin tidak selalu menyedihkan.
Biar kata mata Jay Kay tak pernah mengarah pada kami *ya iyalah, ga keliatan juga kali!*, biar kata kalau ada acara lempar topi, kami tak bisa bermimpi mendapatkannya, nonton konser di kelas E dan F punya seni tersendiri.
Anak kelas tribun itu heboh-heboh. Minimal harus berdiri guna memperkecil jarak pandang dengan panggung beberapa sentimeter. Kalau mau didengar sama Jay Kay, harus teriak sekenceng-kencengnya. Goyang juga asoy, ga perlu jaga image. Lha image apa yang bisa dijaga, sudah miskin kok!
Tanpa bermaksud mendiskreditkan para tamu undangan dan VVIP serta fans sejati Jamiroquai (yang kaya), beberapa penggemar berat Bang Jami ada di kelas E dan F. Merekalah yang tak berkekuatan ekonomi untuk beli tiket, namun sangaaaaat ingin nonton, sampai menunggu harap-harap cemas setiap harinya menunggu orang-orang nahas yang terpaksa menggadai tiket dengan harga murah karena halangan keluarga dan yang lain. Beberapa dari mereka bahkan ber-bondo nekad dateng ke lokasi acara tanpa tiket guna mengharapkan tiket murah dijual sesaat sebelum acara. Pokoknya harus nonton.
Mereka akan menjadi orang-orang pertama yang secara antusias merangsek maju sedikit demi sedikit memperbaiki posisi sosial dalam gedung konser, meraih Bang Jay Kay sambil menjerit-jerit, with a little L…
Dan justru karena tiket gue adalah E gue diselamatkan dari aksi mati gaya nonton konser sendirian. Gue bisa membayangkan jika tiket yang gue miliki adalah kelas yang agak mahal, dijamin bakal susah mencari temen nonton bareng! Tapi kalau di kelas paling murah, begitu nanya satu orang langsung…
“Asikk!! Loe juga nonton! Loe di kelas mana?”
“Aduh, ga tau dhe, pokoknya gue yang paling murah!”
“Gue juga yang paling murah! Horee..kita barengan!”
Meski sesaat sebelum nonton gue menyadari ada dua kelas yang harganya sama-sama paling murah, yaitu, E dan F yang terletak di sayap yang berbeda, terpisah dari ujung-ke ujung,
“Eh, gue di F, loe juga kan?”
“Yaa..gue di E! Ahhh..gimana sih, bukannya loe belinya yang E juga!”
“Yee…beli yang murah aja pake milih! Ini juga baru dapet tadi pagi, Loe bukannya di F!”
“Lha loe mending masi bayar, gue gretongan gitu! Lebih ga bisa milih lagi!”
Tapi pada prinsipnya, orang miskin itu selalu rame-rame, sedangkan orang kaya itu sebatang kara. Ternyata ada anak blog yang merupakan temannya teman gue tersebut juga di kelas E dan akhirnya, gue tetep tidak nonton konser sendirian! Hore!
Tentunya seandainya gue dapet tiket C atau D, isi blog ini akan berbeda pula, tapi gue cuma titip pesen ke Mas Jay Kay, di saat seluruh ruangan sedang narsis merasa jadi cosmic girl, bahwa some of your real fans are there on the back, di kelas Ep, hafal lagu-lagu sampe titik koma, dan sangat puas dengan kehadiranmu kemarin….