Unlikeliest Friend in the Unlikeliest Place

Tukang pos mampir di rumah gue awal minggu ini. Sebuah postcard bergambar kastil di Jerman kini terpajang di atas meja. Dibaliknya, penuh dengan tulisan tangan sangat rapi ukuran seorang pria, berkisah tentang nikmatnya makan dengkul babi di tanah kelahiran kakak ipar gue. Dan gue menjerit,

KANGEN OKNUM R!!

Oknum R adalah sahabat gue yang spesial. Pendekatannya terhadap masalah terkadang sangat unik. Saat perasaan hatinya tidak enak, Oknum R memerciki setiap sudut kamar kost kami yang mungil dengan air suci dari Lordes sambil berkata ENYAHLAH KAU SETAN! ENYAHLAH KAU SETAN!  Namun nampaknya bukan roh jahat dalam kamar yang jadi biang kerok.

“Kok perasaan gue masih ga enak ya?” Oknum R protes.

“Ya iya lah masi kagak enak! Orang setannya di dalem badan loe! Coba loe minum aja tuh air suci sambil bilang enyahlah kau setan! Enyahlah kau setan!”

 

Anehnya, saat di kolam renang apartemen kakak gue terjadi pembunuhan, metode ini dicontoh oleh kakak. Sayang beliau keburu pindah rumah hingga efektivitas ritual pengusiran roh jahat ini belum bisa dibuktikan.

 

Misterius apa juga yang membuat gue bisa nempel dengan orang paling tidak bersyukur yang pernah gue kenal  ini. Penuh dendam, selalu punya hasrat menganiaya bibi pembersih WC yang judes atau petugas tata usaha yang kaku, menggosipi siapa saja termasuk teman baik, dan tidak toleransi akan rasa sentimen dunia pada Cinta Laura.

 

Mungkin karena meski beda sifat, kami sering berbagi pengalaman. Kami bahkan pernah sama-sama kutuan. (ya,kutu yang biasa menempel di rambut anak kampung itu, siapa bilang anak peraih beasiswa di SINGAPURA hidup nyaman?) Hanya saat itu Oknum R lebih tidak beruntung. Ia harus membuktikan keberadaan kutu di ranjang di hadapan pengurus asrama jika mau minta springbed-nya di-steam. Padahal kutu biasanya bersifat mikroskopis…

 

Orang bilang Oknum R adalah one of a kind. Bukan tidak ada orang yang tampak iri mendengar gue punya teman semacam Oknum R. Mereka bilang manusia semacam itu membuat hidup lebih bewarna, dan menjadikan kita orang yang lebih bersyukur terlahir tidak dengan cara pikir sedemikian. Lagipula Oknum R selalu membuat temannya up-to-date tentang siapa saja.

 

Gue mencibir. Gue tidak percaya Oknum R se-spesial itu. Gue aja enggak unik-unik banget, masa dia lebih unik dari gue? Supaya gue tidak sirik, orang menghibur: gue memang kolektor hal-hal aneh, seperti penyakit-penyakit aneh yang pernah gue derita, macamnya: alergi udara, kutuan, hingga yang terakhir, diare selama 3 minggu akibat bakteri paru-paru. Orang aneh menjadi magnet bagi orang aneh lainnya.

 

Kali ini gue yang tidak setuju lagi dibilang aneh. Atau mungkin sebagai orang bernasib aneh, jadi menyadari ada begitu banyak manusia aneh di dunia ini. Bahkan mungkin jumlah makhluk hidup yang aneh itu lebih besar dibandingkan yang biasa-biasa saja. Hanya keanehan mereka tidak pernah ‘ter-ekspose’.

 

Gue pun tidak menduga akan ada manusia se-eksentrik Oknum R di NTU, universitas yang gue calonkan sebagai salah satu tempat paling tidak kondusif untuk pertemanan. Budaya kiasu– tidak mau kalah—sudah mendarah dan mendaging dalam tubuh setiap mahasiswa.

 

Tak terhitung kembalian yang tidak dibagi secara rata, kesempatan kerja yang melayang atau bocoran ujian tipuan.  Rekan satu fakultas bisa jadi saingan dalam pelajaran, sedangkan rekan fakultas lain akan jadi saingan dalam mencari kerja, meja di kantin, atau penerima Nanyang Alumni Award. Kesimpulan, semua orang adalah saingan kita, yang harus diperlakukan secara professional dan penuh kewaspadaan.

 

Tapi pertemuan, bisa terjadi kapan saja, dan tidak terprediksi efeknya. Siapa nyana, di saat gue merutuki kisah sengsara gue di NTU, dan berani bersumpah tidak selera mengulang masa kuliah, mata gue bertautan dengan seorang pria yang sama-sama tidak mengerjakan PR Perancis.

 

Dan siapa nyanya, dibalik tubuh montok berkacamata milik peraih beasiswa sana-sini ini, ada pemikiran yang luar biasa…kontroversial..Oknum R yang hingga kini bisa gue kenang-kenang.

 

 

Bisa dibilang, Oknum R adalah the unlikeliest friend found in the unlikeliest place. Buat gue, ia adalah bukti nyata bahwa ada begitu banyak cerita ajaib, tokoh-tokoh istimewa, ide-ide gila, dan peristiwa historik di hidup yang biasa saja, menanti untuk diperhatikan.

 

Betapapun menyebalkannya satu tempat, betapapun tidak sregnya dengan suatu komunitas, betapapun singkatnya hidup, akan ada satu Oknum R, dengan gaya yang bikin hidup lebih hidup, ternyata punya pengalaman yang sama, dan agak menyenangkan.

 

Jadi saran gue, jika ingin punya koleksi teman seperti Oknum R, buka mata lebar-lebar, kuping juga lebar-lebar. Sambut setiap pertemuan dengan tangan lebar , meski tokoh tersebut tidak tampak memiliki kegunaan dalam waktu dekat, bahkan sebagai teman sekalipun. Tetaplah optimis menanti yang paling tidak terduga dari pertemuan itu sambil terus, membuka mata.

 

Kadang, menjadi ramah tidak selalu menjadi sifat positif. Terlalu ramah pada teman yang baru dikenal di facebook bisa berbuntut kehilangan keperawanan dan orang tua panik. Lantaran terlalu sering membuka pertemuan dengan tangan lebar, gue pun sering bertemu dengan orang-orang aneh yang memang benar-benar aneh.

 

Tapi memikir dan menimbang, risiko yang diambil tidak setara dengan koleksi pertemanan yang gue miliki kini. Satu chat perkenalan bisa berakhir dengan proyek marketing. Satu email tak dikenal berakhir sebagai sebuah buku. Ada begitu banyak oportunitas dalam sebuah pertemuan. And I don’t want to miss it. Siapa tahu, it’s another Oknum R. (meski, yes, Oknum R, kau tetap tidak tergantikan kok.)

 

Dedicated for: Oknum R, thanks for the lovely postcard! Goodluck with your thesis in Poland. Semoga urusan dengan teman sekamarnya yang marah jika mendengar suara gemerecik air saat mandi cepat kelar, ya…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *