Viet-Cong!

“Vietnam ngeliat apa aja ya?” pertanyaan standard terlontar pasca libur

“MOTOR Mbak! MOTOR BUANYAK BUANGET!” gue menjawab semangat.

“Hah? Masa sih? Kok nggak ada yang pernah nyebut soal motor? Loe tuh ke Vietnam bagian mana sih?”
“Yeee.. Orang lain tuh, ke Vietnam bagian mane!” gue nyolot.

Gue tidak habis pikir, bagaimana orang ke Vietnam tidak melihat motor sebagai hal yang SANGAT KHAS kalau tidak bisa dibilang MENGGANGGU. Di kedua kota besar Vietnam, Ho Chi Minh dan Hanoi, motor seolah mendominasi seluruh pojok kota.

 

Berbagai motor bebek dinakhodai pengendara helm pletok menyeruat ke jalanan setiap harinya, menyerobot lampu merah, menyambar sisi jalan, dan nangkring di atas trotoar. Adalah sebuah mujizat gue dan mamih tidak tercederai luka bakar knalpot selama 7 hari perjalanan kami di sana.

 

“Loe mengada-ngada kali, loe aja yang nggak suka motor, makanya melebih-lebihkan!” ujar Mbak teman seolah tidak percaya dengan deskripsi gue.

 

“Yeee! Ayo main statistik!” Ada 45 juta motor di negara dengan 90 juta penduduk di Vietnam, gue mengutip sebuah statistik dari situs pemerintah.

 

“Hah? Serius? Banyak banget dong? Tapi kok temen gue nggak ada yang bilang gitu ya? Nih fotonya katedral Notre Damme, foto gedung opera cakep kan? Nggak ada motornya!”
“Lha IYAA bener, TAPIII.. jalanan ke sananya isinya motor semua!”
“Ini jalanan di Ho Chi Minh juga cakep…”

“IYAA.. itu ambilnya high angle, bawahnya pasti motor semua!!”
“OHh.. jadi temen gue itu tipenya fokus ke tujuan, loe fokus ke sekitarnya! Jadi temen gue liatnya Katedral, loe liatnya motor!”

 

Gue mengangkat mulut mau protes, lalu menahannya. Ya mungkin, dua realita yang sama-sama benar ini terjadi karena ada perbedaan tipe turis dan observasi antara gue, dan seluruh turis lain yang datang ke Vietnam.

 

Gue teringat masa liputan dulu. Ada banyak perjalanan darat yang harus dilakukan menyebrang IndoChina. Dari Thailand ke Laos, lalu Laos ke Vietnam. Perjalanannya bisa sehari semalam 24 jam. Dengan keletihan anak manusia, tentu saja gue selalu ingin memanfaatkan waktu ini untuk tidur.

 

Tapi tindakan itu dilarang keras oleh editor kepala. Kita harus melek sepanjang jalan, bahkan kalau bisa kagak usah pake AC dan buka jendela. Ketika bus berhenti, kami juga dipaksa dianjurkan turun, untuk sekadar merenggangkan tubuh, atau bertegur sapa dengan warga lokal

 

Menurutnya, dengan begitu kita bisa membiasakan indera-indera kita terhadap calon tempat liputan nantinya.Dalam perjalanan sepanjang itu, biasanya akan terjadi perubahan budaya dan kondisi lapangan, perlahan tapi pasti.

 

Dengan membuka mata, kita akan segera bisa menangkap perubahan tersebut, terbiasa dengan bunyi-bunyian yang ada, dan bahkan udara sekitar. Sehingga ketika tiba di tempat tujuan, kita bisa langsung aksi melakukan reportase macam warga lokal.

 

Gue tidak tahu benar tidaknya karena jelas takut tidur jadinya. Namun entah sugesti entah beneran, nampaknya kebiasaan ini sudah membantu gue untuk menemukan topik bahasan yang unyu-unyu di lokasi asing dalam waktu yang sempit.

 

Dari observasi selepas lewat di dalam bus itu, melihat papan reklame yang dipasang, gaya berpakaian orang-orang di jalan, muncul minimal pertanyaan yang berujung pada penemuan topik cerita di daerah tujuan.
Sesuatu yang jika mengandalkan waktu tinggal saja, pasti begitu ketemu topiknya sudah waktunya pulang.

 

Sejak saat itu, sudah menjadi kebiasaan bagi gue untuk tidak tertidur di sepanjang perjalanan. Bahkan, gue terbiasa mengamati dalam perjalanan, lebih dari saat tiba di tempat tujuan.

 

Mungkin itu yang menyebabkan gue melihat MOTOR daripada REUNIFICATION MONUMENT di Vietnam. Sepanjang perjalanan ke monumen, gue sibuk mengamati kondisi sekitar. Siapa yang jalan, pake baju apa, jalanannya kayak apa, isinya kayak apa.

 

Apa yang gue lihat di perjalanan itu, secara tidak langsung mempengaruhi bagaimana gue melihat destinasi. Gara-gara mlototin motor, gue sudah tidak terkesima ketika melihat obyek wisata. Bagi gue yang cakep jadi terkesan superfisial, karena tahu seputarannya dipenuhi jubelan motor.

 

Tentu saja tidak ada yang bisa bilang bahwa cara gue berwisata lebih baik. Gue tentu akan bilang bahwa hal yang terpenting dalam sebuah perjalanan, bukan tujuannya, melainkan fase berjalannya itu.

 

Merekam perjalanan para motor, gue merasa tahu lebih banyak tentang bagaimana kehidupan di Vietnam sehari-hari. Bagaimana pesatnya perkembangan di kota ditandai dengan bertambahnya jumlah motor. Bagaimana komunisme yang semakin dihimpit kapitalisme di setiap ujung jengkalnya dengan iklan, KFC, dan kebiasaan barat lainnya.

 

Tapi tentunya, mereka yang naik taksi ke tempat tujuan lalu langsung jepret foto juga punya alibi kuat mengapa metode mereka lebih baik. Ngapain juga jauh-jauh ke Vietnam, yang berkesan cuma motor!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *